Sampai Disini Saja, Arafat
Edisi: 26/08 / Tanggal : 1978-08-26 / Halaman : 54 / Rubrik : EB / Penulis :
DI Teluk Jakarta 5 kapalnya -- KM Gunung Djati, Tjut Njak Dhien, Pacific Abeto, Mei Abeto dan Le Havre Abeto -- buang jangkar. Sudah sejak 3 bulan lalu kelimanya ditongkrongkan di situ. Semua mesin motornya dimatikan oleh para awaknya sendiri untuk menghemat biaya dan bahan bakar. Ketika malam turun mereka di situ bergelap-gelap. Semua sistim penerangan di kapal tidak dinyalakan, kecuali di haluan dan buritan tampak terpasang lampu minyak. Kelima kapal itu jelas menunggu nasib untuk dilelang atau dioperkan. Itulah armada PT Pelayaran Arafat sesudah beroperasi mengangkut jemaah haji dari Indonesia ke Jeddah p.p. selama hampir 13 tahun. Orang-orang yang berlayar di dekatnya dalam bulan Ramadhan ini mungkin teringat pada masa jayanya dulu, mungkin pula sedih melihatnya.
Arafat oleh pemerintah sudah dinyatakan dalam proses likwidasi. Rupanya keputusan likwidasi itu sudah sampai ke tingkat final. Tak bisa ditawar-tawar lagi.
Suasana di kantor pusatnya di Jalan Johar 8, Jakarta, juga kini tidak hidup. Direksi dan Dewan Perwakilan Para Pemegang Saham (DP3S) perusahaan itu telah membentuk tim asistensi likwidasi, terutama menyangkut penyaluran karyawan tapi sampai kini belum terlaksana. Para karyawan masih datang tapi hanya untuk bergerombol tanpa kerja. Sedikit saja kendaraan masih diparkir di halaman gedungnya yang bertingkat tiga itu. Di sinilah dikeluarkan saham kepada 554.947 jemaah yang diwajibkan menyetor oleh pemerintah begitu mereka mengisi formulir pendaftaran haji sejak didirikannya perusahaan ini Desember 1964 sampai Juni 1968.
Tapi bentuk perusahaan ini "memang unik, tidak ada duanya di dunia," kata Kolonel H. Achmad Parwis Nasution, 53 tahun, Dir-Ut PT Pelayaran Arafat. "Unik karena PT ini statusnya swasta, tapi campur tangan pemerintah cukup besar."
Saham itu sudah dijual bahkan beberapa bulan sebelum Arafat lahir, berdasar instruksi Ketua Dewan Urusan Haji, ketika itu Menko Kompartimen Kesejahteraan, H.M. Muljadi Djojomartono (almarhum). Harga sahamnya Rp 50.000 uang lama. Dari penjualan sahan itu terkumpul modal sekitar Rp 16 milyar.
"Dengan modal sebanyak itu, kami sebenarnya dapat membeli 12 kapal," kata H. Masnir, Direktur Operasi Arafat. Tapi karena devisa negara amat terbatas dan hanya dikuasai oleh pemerintah, waktu itu Arafat hanya dibolehkan melakukan kontrak sewa-beli. Dan uangnya diblokir di Bank Indonesia sebagai jaminan untuk memperoleh kapal. Segera sesudah didapatnya kapal Belle Abeto dan Pacific Abeto, keluarlah Penetapan Presiden No. 27 tahun 196 yang menetapkan nilai Rp 1000 uang lama menjadi Rp 1 uang baru. Penpres itu sekaligus memotong uang PT Arafat yang diblokir di Bank Indonesia berjumlah k.l. Rp 12,5 milyar uang lama. Sesudah terpotong, sisa uangnya hanya cukup buat 3 x angsuran sewa-beli.
Nilai nominal saham PT Arafat yang semula Rp 50.000 uang lama seharusnya menjadi Rp 50 uang baru. Tapi pimpinan Arafat kemudian menetapkannya menjadi Rp 500 u.b.
Tanpa fasilitas dan campur tangan pemerintah, pada tahun-tahun pertama ia seharusnya sudah failit, akibat Penpres 27. Ternyata pemerintah tetap berniat mempertahankan Arafat dengan masih tetap melanjutkan…
Keywords: Tjut Njak Dhien, Pacific Abeto, Mei Abeto, Le Havre Abeto, PT Pelayaran Arafat, DP3S, H. Achmad Parwis Nasution, H.M. Muljadi Djojomartono, H. Masnir, Adam Malik, 
Artikel Majalah Text Lainnya
SIDANG EDDY TANSIL: PENGAKUAN PARA SAKSI ; Peran Pengadilan
1994-05-14Eddy tansil pembobol rp 1,7 triliun uang bapindo diadili di pengadilan jakarta pusat. materi pra-peradilan,…
Seumur Hidup buat Eddy Tansil?
1994-05-14Eddy tansil, tersangka utama korupsi di bapindo, diadili di pengadilan negeri pusat. ia bakal dituntut…
Sumarlin, Imposibilitas
1994-05-14Sumarlin, ketua bpk, bakal tak dihadirkan dalam persidangan eddy tansil. tapi, ia diminta menjadi saksi…