Senyum Lebar Pejuang Tua
Edisi: 49/06 / Tanggal : 1977-02-05 / Halaman : 34 / Rubrik : TK / Penulis :
SIAPA tak kenal Kasimo? Politikus kawakan, bekas ketua Partai Katolik dan salah seorang tokoh Liga Demokrasi itu, usianya kini mendekati 77 tahun. Cukup uzur memang. Tapi ketawanya yang lebar, khas dan tulus, masih saja menghiasi wajahnya. Melihat kepincangan-kepincangan misalnya, ia tak mengeluh. Bukan karena sudah puas diri, tapi "kesadaranlah yang menuntun untuk menerima segala apa yang terjadi", katanya.
Menikmati masa tuanya, ia sekarang merasa cukup bahagia. Dengan 6 anak -- seorang meninggal - berikut 7 cucu, ia habiskan waktu sehari-harinya dengan membaca. Juga mendengarkan gending-gending Jawa. Kadang-kadang pagi hari jalan kaki mengitari kawasan Menteng, tempat ia bermukim. "Tapi sejak dulu saya tak biasa olahraga, kecuali sekedar jalan kaki", katanya. Dan sekarang, karena merasa fisiknya sudah lemah, ia tak lagi nonton wayang kulit yang juga termasuk kegemarannya. "Paling-paling nonton wayang orang di TIM. Itu pun tidak sering".
Kompi Mantrijero
Sebagai pensiunan Kasimo tak begitu terlantar. "Total jenderal, setiap bulan saya menerima sekitar Rp 60.000", ia tersenyum lebar. Uang sejumlah itu ia dapatkan dari berbagai sumber: pensiun sebagai pegawai negeri Departemen Pertanian, pensiun-pensiun Menteri, anggota DPR dan anggota DPA. Selain itu masih ada lagi tambahan dari beberapa perusahaan swasta tempat ia duduk sebagai komisaris.
Sudah setua itu, ternyata ia tak merasa kehilangan 'keberadaannya' di tengah masyarakat. Tak menyebut secara jelas bahwa apa yang ia cita-citakan belum terlaksana dengan sempurna, ia menilai untuk tingkat sekarang kemajuan bangsa memang sudah ada. Yang belum tercapai adalah keadilan sosial, "sebagai salah satu usaha mengisi kemerdekaan yang harus dipenuhi".
"Coba lihat. Setiap malam TVRI menampilkan Pancasila. Di situ kan jelas bahwa salah satu silanya adalah Keadilan Sosial. Maka sepantasnya sila itu benar-benar diterapkan", katanya. Itulah sebabnya secara serius ia pun menanggapi anjuran Presiden untuk "hidup sederhana". Tapi untuk terlaksananya anjuran itu, kata Kasimo, diperlukan suri tauladan. "Sayang, para penganjur 'hidup sederhana' kurang memberi teladan, hingga anjurannya kurang mantap".
Namun terhadap generasi muda sekarang, ia menaruh kepercayaan besar, sementara ia pun menyadari bahwa setiap generasi tentupunya ciri masing-masing. "Tak sedikit kaum muda sekarang yang punya cita-cita luhur", ujarnya. Adapun terhadap sikap pragmatis dan moderat yang khas angkatan muda kini, ia tak lupa memberi peringatan" asal hal itu jangan sampai mengorbankan prinsip". Lebih dari itu, orang tua itu wanti-wanti berpesan agar anak-anak muda menghayati hidup sederhana dan jujur. "Itu modal besar bagi perjuangan bangsa untuk mengisi kemerdekaan".
Kasimo lahir di Yogyakarta 15 April 1900. Sejak dulu, putera prajurit kompi Mantrijero dari Kraton Kesultanan Ngayogyakarto Hadiningrat ini memang sudah terbiasa hidup sederhana. Ia anak kedua dari 11 bersaudara. Salah seorang saudaranya, Kasijo, masih menjabat Direktur SMA De Britto Yogya. Orangtuanya, Rono Sentiko, menghidupi keluarganya dari sawah seluas 8 bau. Itu pun didapat sebagai imbalan dari Kraton. Dan sehari-hari pak Rono menjahit untuk menarnbah penghasilan.
Ibunya, anak bekel Glagah Mujamuju, rupanya juga bukan orang yang suka berpangku tangan. Ia ikut mengatasi kekurangan dengan membuka perusahaan batik kecil-kecilan. Buruhnya hanya beberapa orang. Kasimo, juga saudara-saudaranya yang lain ikut membantu usaha ini. "Sepulang sekolah saya biasa mengikis lilin dalam proses pembantikan", katanya mengenang masa kanak-kanaknya.
Adu Kecik
Umur 8 tahun ia baru masuk sekolah. Lantaran bukan dari keluarga amtenar, Kasimo hanya bisa masuk sekolah dasar Boemipoetera II di Gading yang hanya 4 tahun (Boemipoetera I sampai 5 tahun). Sesuai dengan status dan kemampuan orang tua, Kasimo cuma kebagian pendidikan terendah. Untung, ia bermodal kemauan keras. "Ibu yang biasa kerja keras, telah mendorong saya bekerja keras pula", katanya. Dan hal ini benar-benar memberi hikmah yang tak sedikit di kemudian hari.
Hampir selesai SD, ia mendapat tawaran…
Keywords: Kasimo, Ignatius Josephus, Partai Katolik, Kompi Mantrijero, Rono Sentiko, Glagah Mujamuju, Sastroprawiro, IKP, Petisi Soetardjo, Persatoean Poelitik Katolik Indonesia, PPKD, 
Artikel Majalah Text Lainnya
DICK, SI RAJA SERBA ADA
1984-01-21Pengusaha, 50, perintis toko serba ada, gelael supermarket. juga pemilik restoran kentucky, dan es krim…
PENGAWAL DEMONSTRAN DI MASA TRITURA
1984-01-14Letjen (purn), 60. karier dan pengalamannya, mengawal para demonstran kappi/kami pada saat terjadi aksi tritura…
AHLI NUKLIR, DALAM WARNA HIJAU
1984-01-28Achmad baiquni, dirjen batan, ahli fisika atom yang pertama di indonesia.