Dongrak Itu Tetap Hilang
Edisi: 50/06 / Tanggal : 1977-02-12 / Halaman : 32 / Rubrik : SD / Penulis :
SAUDARA-SAUDARA harap tenang. Kesulitan ini pasti akan saya selesaikan. Berilah saya waktu untuk merundingkannya dengan pimpinan saya", ujar Birokoso, 32 tahun, setengah berteriak ke tengah-tengah rakyat yang datang menuntut supaya pintu-air sipon di Setiabudi (Jakarta) itu dibuka. Karena kalau tak dibuka rumah mereka akan tenggelam ditelan air. Birokoso, anak Bondowoso tadi, memang menyadari ancaman genangan air seharian tanggal 19 Januari itu. Dia tahu persis kalau pintu sipon itu tak dibuka Kecamatan Setiabudi, Jakarta, bisa tenggelam. Tapi celakanya perintah dari atasan belum kunjung datang jua. "Jangan hanya memikirkan orang gedongan saja, kita juga 'kan penduduk DKI!" orang-orang yang berkerumun berteriak lagi. Pedih hatinya mendengar teriakan itu. Tapi apalah yang mau diperbuat, atasannya, Komando Proyek Banjir maupun Gubernur Ali Sadikin sendiri belum juga memberi perintah. Sebab hanya mereka ini yang berhak membuka pintu-air itu. Dan jika sipon itu dibuka bisa berakibat daerah sekitar Hotel Indonesia dan daerah Menteng diserbu air.
Lelah menghadapi luapan air…
Keywords: Banjir, Setiabudi, DKI Jakarta, Birokoso, Ali Sadikin, Raden Ayu Murdinah, Burhan, 
Artikel Majalah Text Lainnya
DIA DI BELAKANG PENONTON
1983-02-05Walaupun bisa nonton gratis, penghasilan rata-rata kecil, juga terancam bahaya radiasi.
DI TUBUHMU KULIHAT TATO
1983-02-12Dengan adanya isu bahwa orang bertato akan diculik jumlah permintaan untuk ditato menjadi turun, bahkan…
DI TUBUHMU KULIHAT TATO
1983-02-12Dengan adanya isu orang yang bertato akan dibunuh, jumlah permintaan untuk ditato menjadi turun bahkan…