Proteksi: Siapa Yang Untung ?; Tidak Semua Orang Berteriak
Edisi: 51/06 / Tanggal : 1977-02-19 / Halaman : 48 / Rubrik : EB / Penulis :
KELUHAN dari dunia tekstil santer kembali. Kali ini yang berteriak bertenaga raksasa, sehingga suaranya pun jadi lebih lantang. Nadanya juga menuntut lebih keras: stop impor!
Kejadiannya berlangsung begitu cepat. Lima tahun lalu, pabrik tekstil yang lazim disebut penghasil tekstil lokal walaupun parau masih mampu berteriak: minta dilindungi kelangsungan usahanya. Di kota tradisionil tekstil, seperti di Pekalongan atau Majalaya, pengusaha sudah kehabisan nafas. Tekstil impor membanjir. Benang susah dikejar. Semua itu dianggap menjadi batu perintang di jalan usaha mereka.
Tapi saingan produksi lokal itu bertambah. Tak usah jauh-jauh didatangkan: pabrik-pabrik baru muncul dilengkapi dengan peraturan dan fasilitas penanaman modal asing (PMA). Segera mereka bertongkrongan, umumnya di Jawa Barat. Lalu apa kabar yang dulu disebut pengusaha lokal? Masih ada, cuma sudah tak berkutik. Untuk berteriak minta proteksi, leher rasanya sudah tercekik. Tapi ternyata kini suara minta proteksi datang dari perusahaan-perusahaan yang mirip raksasa modern itu yang praktis telah menggantikan si pengusaha lokal.
Dan tahun 1977 ini - karena teriakan itu - agaknya akan menjadi tahun yang membawa keberuntungan bagi yang berteriak. Baik yang 3/4 modal asing, « asing, maupun yang berkapital domestik. Lewat Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri, yang diberlakukan tepat pada hari pertama tahun ini penanam modal bidang industri itu meletakkan seluruh harapan baiknya pada pemerintah.
Menteri Perindustrian, berturut-turut, akan menetapkan barang apa saja yang sudah mampu dibikin dan mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Dengan ketetapan itu, barang yang dimaksud harus berada di pasaran dalam negeri secara nyaman, tanpa diganggu barang dagangan asing. Itu gampang. Sebab, sebagai penandatangan SKB, Menteri Keuangan akan mencoba menghambat masuknya komoditi impor.
Untuk ini, Menteri Ali Wardhana, diminta membangun tanggul yang tinggi: bea masuk & pajak, serta berbagai syarat impor lain yang berat, dikenakan. Tujuannya: melemahkan daya saing terhadap produksi dalam negeri. Andaikata ada importir yang nekad, berani membayar berbagai syarat dengan mahal dengan mengandalkan merek luar negeri, dengan harapan mungkin masih ada peminat berani bayar mahal - itu tak usah membuat produsen dalam negeri kecil hati.
Giliran pertama yang memperoleh pengayoman, 1 Januari itu juga, sederet daftar nama 33 jenis tekstil. Antara lain: kain sarung serta tenunan sutera kain sarung atau tekstil katun bermotif batik tiruan (atau cap), karpet, tikar wol, tekstil dari bulu binatang dan sebagainya.
Berikutnya pengusaha besi beton dan karung goni tarik nafas lega (lihat: Goni Dan Beton: Proteksi Langgeng?).
Juga 3 pabrik serat polyester sejak 28 Januari lalu mendapat perlindungan. Belum lagi selesai pemerintah menunjuk siapa saja yang dapat giliran dilindungl, mereka sudah mengancam hendak meniru ulah pabrik besi beton: mogok produksi. Suaranya yang keras itu dibawakan oleh Musa, Ketua Textile Club, di kuping para anggota Komisi VI DPR.
Dari kesibukan ketiga departemen menyusun daftar barang yang harus diproteksi, Menteri Radius Prawiro buru-buru menyatakan: Bentuk proteksi yang seperti sekarang ini tidak dimaksudkan sebagai 'stop impor total'. Alasan Radius: "Setiap larangan impor itu selalu mengandung unsur negatif, yang justru lebih banyak ketimbang positifnya".
Namun bagi Musa cs, apapun komentar Radius atas kebijaksanaan pemerintah mengenai pembinaan industri dalam negeri, sudah lebih dari cukup menggembirakan. Selesai sidang bersama Komisi VI DPR, dalam kesempatan dengar pendapat umum bulan lalu, Musa berkata kepada TEMPO "Pada hakekatnya proteksi yang seperti sekarang ini, sudah berarti stop impor".
Betul juga. Bea masuk akan "disesuaikan". Artinya, dinaikkan tarifnya. Syarat impor jadi berat: bea harus dibayar kontan di muka, harus ada uang jaminan 100%, dan semuanya harus dibayar dari kantong importir sendiri. Total jenderal, itu semua memang sudah cukup mengganjel pintu impor.
Namun, seperti tujuan SKB sendiri yang kelihatan cuma ingin membina industri, lagi-lagi hanya kaum industriawanlah yang…
Keywords: Tekstil, Karung Goni, PMA, Ali Wardhana, Musa, Radius Prawiro, Zahri Achmad, GINSI, Muriatex Kudus, Jakob Tobing, PT Daralon, Bank Bumi Daya, Letjen Ali Murtopo, 
Artikel Majalah Text Lainnya
SIDANG EDDY TANSIL: PENGAKUAN PARA SAKSI ; Peran Pengadilan
1994-05-14Eddy tansil pembobol rp 1,7 triliun uang bapindo diadili di pengadilan jakarta pusat. materi pra-peradilan,…
Seumur Hidup buat Eddy Tansil?
1994-05-14Eddy tansil, tersangka utama korupsi di bapindo, diadili di pengadilan negeri pusat. ia bakal dituntut…
Sumarlin, Imposibilitas
1994-05-14Sumarlin, ketua bpk, bakal tak dihadirkan dalam persidangan eddy tansil. tapi, ia diminta menjadi saksi…