Soetardjo, Pembuat Petisi Itu

Edisi: 44/06 / Tanggal : 1977-01-01 / Halaman : 39 / Rubrik : TK / Penulis :


 

BISA dimaklum kalau generasi sekarang kurang mengenal tokoh ini. Ia sendiri meski di zamannya cukup berperan dalam kegiatan politik lan kemasyarakatan, tapi di masa tuanya tidak lagi terlalu populer. Ia adalah Soetardjo. Nama lengkapnya: DR KPH Soetardjo Kartohadikoesoemo alias Soetardjo Kartoningprang. Gelar doktor honoris causa dalam ilmu pendidikan ia telima dari Unpad (1967) dengan tesis Dasar Essentieel Pendidikan Tjalon Sardjana Panjasila. Sejak 1956 ia memang dosen Unpad dan selanjutnya IKIP Bandung dalam Ilmu Tata Desa dan Hukum Tatapraja. KPH (Kangjeng Pangeran Haryo) dan Kartoningprang adalah gelar kebangsawanan dari Pura Pakualaman, Yogyakarta. Karena jasajasanya tahun 1962 ia dianugerahi Bintang Mahaputera oleh Pemerintah.

Tokoh ini, Minggu tengah malam 19 Desember 1976 kemarin telah meninggal di rumahnya jalan Raden Saleh 18, Jakarta, dalam usia 86 tahun. Jenazahnya dimakamkan hari Senin di Pemakaman Keluarga di Blibis, Sala. Mendengar namanya, orang-orang tua - paling tidak generasi muda yang mempelajari perjuangan pergerakan tahun 30-an - dengan cepat akan menghubungkannya dengan peristiwa 40 tahun lalu, pada saat bangsa Indonesia memperjuangkan. Apa yang kemudian terkenal dengan Petisi Sutardjo. Petisi ini menuntut semacam 'hak otonomi' bagi Hindia Belanda sebagai sebuah negara yang sederajat dengan Nederland.

Meski berdarah bangsawan, tapi almarhum dikenal sebagai tokoh yang sampai masa tuanya memperjuangkan kepentingan rakyat kecil dengan konsisten. Ia pernah mendirikan Bank Pegawai (1950), Yayasan Balai Pembangunan Daerah (1957), Persatuan Pensiunan RI (1961). Jauh sebelumnya malah menjadi Ketua Perhimpunan Untuk Memajukan Ekonomi Rakyat (1937). Tahun 1936, ia menuntut kepada Pemerintah Belanda agar menyumbang rakyat, sekurang-kurangnya 25 juta Gulden (ketika itu jumlah yang tak sedikit) untuk membangun ekonomi desa. Saat itu, anekdot yang berkembang di kalangan pejabat-pejabat Belanda ialah: bangsa Indonesia cukup hidup dengan segobang selari ....

Darah Biru

Soetardjo berhasil. Sumbangan itu kemudian digunakan untuk membangun sarana irigasi di Cirebon dan Banyumas, menunjang peternakan di Madura, memajukan industri rakyat, memberantas penyakit, mendirikan sekolah-sekolah rakyat. Sejak 17 Agustus 1976 ia mendirikan Yayasan Dana Pembangunan Desa, mencari dana dari orang-orang kaya dalam dan luar negeri. Selain menghubungi Pangeran Bernhard dan bekas Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda van Starkenborg, yayasan juga berharap mendapat bantuan dari Jepang. Bantuan untuk masyarakat desa itu penyalurannya dikonsultasikan dengan Dirjen PMD.

Almarhum bukan 'orang kebanyakan'. Tiga kali menikah, semua isterinya berdarah biru. Ketiganya adalah: Sitti Loetoen Kamaroekmi, puteri Wedana Kragan, Sragen (meninggal sebelum 1950), Bandoro Raden Ayu Sitti Soerat Kabiroen, kemenakan Wakil Presiden Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Gusti Raden Ayu Koes Soebandiah, adik Sri Pakualam VIII, Wakepda DIY. Yang pertama meninggal tahun 1948, yang kedua 1958. Lahir tanggal 22 Oktober 1890 di Kunduran, Blora, Soetardjo adalah anak ke 5 dari 7 bersaudara keturunan priyayi Madura (garis ayah) dan Banten (garis ibu). Kartorejo, ayahnya yang meninggal 71 tahun lalu, pernah menjabat wedana di Ngawen (Blora) dan Bansar (Tuban).

Sikapnya yang selalu 'tertib' masih tampak hingga saat terakhir. Rumah yang ditinggalinya sudah setengah abad -- tetap antik. Ia pun tak bermaksud meremajakannya, yang mungkin justru akan merusak keaslian bangunannya. Pintu dan jendela besar-besar, berjeriji besi. Tangga di teras cukup banyak dan lebar. Lantai dari marmer putih dengan potongan-potongan nyaris seluas meja tulis. Arsitekturnya campuran gaya Jawa dan Belanda sebelum perang.

Ia tak terlalu kolot. Sikapnya pun ramah. Dulu, siapa dan kapan saja tamu berkunjung, diterimanya. Kecuali sekitar waktu-waktu sembahyang. Itu pun tak berarti si tamu harus pergi. Kalau mau boleh menunggu. Dan Soetardjo, pada saat-saat sembahyang, berada di kamarnya sekitar 30 menit, termasuk berzikir. Terkadang ia bisa mempersingkatnya sampai paling lama 15 menit.

Sehari-hari, sementara lalulintas depan rumahnya ramai, pada…

Keywords: DR KPH Soetardjo KartohadikoesoemoSoetardjo KartoningprangBintang MahaputeraSitti Loetoen KamaroekmiPuteri Wedana KraganBandoro Raden Ayu Sitti Soerat Kabiroen
Rp. 15.000

Foto Terkait


Artikel Majalah Text Lainnya

D
DICK, SI RAJA SERBA ADA
1984-01-21

Pengusaha, 50, perintis toko serba ada, gelael supermarket. juga pemilik restoran kentucky, dan es krim…

P
PENGAWAL DEMONSTRAN DI MASA TRITURA
1984-01-14

Letjen (purn), 60. karier dan pengalamannya, mengawal para demonstran kappi/kami pada saat terjadi aksi tritura…

A
AHLI NUKLIR, DALAM WARNA HIJAU
1984-01-28

Achmad baiquni, dirjen batan, ahli fisika atom yang pertama di indonesia.