Para Warganegara Bicaralah !

Edisi: 10/07 / Tanggal : 1977-05-07 / Halaman : 07 / Rubrik : NAS / Penulis :


UNTUK sekedar mendapat gambaran pendapat para warganegara tentang pemilu 1977, wartawan TEMPO mengadakan wawancara ke pelbagai kalangan. Di bawah ini kami sajikan sebagian dari sejumlah besar hasil wawancara itu. Nama-nama disusun menurut abjad - bukan menurut kedudukan sosial (di antaranya ada yang pengemis dan ada pula pensiunan jenderal).

ALIUDAH, 43, peminta-minta. Ia baru dua bulan di Jakarta. Tempat memilih: daerah Senen. "Di tahun 1971 saya milih Parmusi", kata pengemis dari Madura ini. "Tapi sekarang saya ikut saudara di Galur. Dia Golkar dan di Galur semua Golkar".

Harapannya: ia tak akan diuber-uber polisi dalam pekerjaannya ini. Tiap hari ia duduk di tepi jalan. Kedua tangannya tak berlengan, sehingga rokoknya ia letakkan di antara ibu jari dan jari manis kaki. Setiap kali akan mengisap rokoknya ia harus membungkuk. Ia sekarang biasa duduk di depan mesjid di depan Blok III Proyek Senen, sebab dulu sering diusir polisi ketika duduk di dekat terminal opelet Senen.

Hak istimewa yang ia rasakan ialah bahwa ia tak perlu bayar ongkos perjalanan dari Jakarta ke Madura, yang menurut dia mencapai Rp 2.900. Ongkos itu, menurut perkiraan dia, "diurus pemerintah".

DULHADI, 35, gelandangan. Orang asal Pemalang, Jawa Tengah ini menyatakan ikut kampanye Golkar yang terakhir di Senayan. Jakarta. Tapi itu "cuma karena menghormati Camat Senen", yang berkantor tak jauh dari tempatnya bergelandangan di sekitar rel kereta sana. Lagi pula kendaraan disediakan, katanya. Tapi ia rnenyatakan memilih PDI. Alasan: dalam pemilu 1971 ia memilih PNI. "Saya ini marhaen" kata Dul.

Ia bersama isterinya jadi gelandangan di Jakarta sejak tahun 50-an. Tapi ia menyatakan ia punya rumah di Pemalang dan seorang anak lelaki berumur 11 tahun yang duduk di SD kelas III, dan tinggal bersama neneknya.

Dulhadi merasa, "PDI yang bisa meneruskan perjuangan PNI". Ia menghubungkan pilihannya itu dengan keadaan nasibnya "yang tak pernah berubah, begini-begini saja". Ia tahu banyak pembangunan di mana-mana, tapi ia merasa itu semua tak pernah "memperbaiki nasibnya". Di zaman Bung Karno ia mengaku pernah jadi sukarelawan - mengaku pula bahwa ia pernah dikirim ke Irian Barat dan Kalimantan Utara dan berkata: "Presiden Sukarno itu baik sekali". Tapi kemudian dari sebagai sukarelawan ia kembali jadi gelandangan. Ia pernah punya gubug di kawasan daerah pelacuran Planet Senen. Kini sudah digusur.

Tapi ia toh: tak diganggu siapapun untuk "menggarap tanah" di tepi rel kereta api, dengan menanam sayur dan jagung. Sambil berjualan rokok pula di siang dan malam hari, sebulan ia bisa dapat Rp 5000. Ia tak tahu bagaimana kelak nasibnya. Dan meski memilih PDI, ia tak mengharapkan apa-apa dari PDI. Cuma " perasaan sebagai marhaen" itu yang menyebabkan ia memilih No. 3.

***

GUNTUR, 33 tahun, pengusaha.

Bagi Mohamad Guntur Soekarnoputra yang kini memimpin 3 buah PT, "parpol dan golkar formilnya sama saja, meskipun dalam aksentuasinya berbeda". Ia sendiri cenderung pada PDI. Menurutnya, kampanye kali ini lebih santai. "Mungkin karena saya tidak mengikuti langsung. Kalau ikut terjun. barangkali saya juga melihat yang adu urat leher. Tapi kampanye 1971 dulu lebih tegang", katanya.

Massa eks PNI dalam PDI memang banyak mengharap kedatangan anak sulung bekas Presiden pertama RI - yang masih dihubungkan dengan kebesaran bapaknya itu. Wartawan TEMPO Imam Soebagio melaporkan dari Jember, generasi muda PDI dan PPP sama-sama mengharapkannya. Beberapa cabang PDI di Jawa Timur bahkan sudah menentukan jadwalnya.

Akhir Maret, berita kedatangan Guntur di Blitar begitu santer. Tak kurang dari 28 Kolt dan sepeda motor berangkat dari Malang dan Probolinggo ke sana.…

Keywords: WawancaraAliudahDulhadiGunturJamrulKarjoA.H NasutionPonijoR.RachmadsaiminSarmanSukardiSutomoBung TomoWillem Rompis
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14

Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…

K
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14

Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…

O
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14

Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?