Tempat Asuhan Di Siang Hari
Edisi: 41/07 / Tanggal : 1977-12-10 / Halaman : 44 / Rubrik : ILS / Penulis :
SEORANG anak laki-laki, setengah baya membawa baki. Di atasnya ada tiga gelas teh dan dua piring kecil berisi kuwe. "Lho, mana kuwenya yang satu lagi?", tanya D. Saragi. Andi -- murid yang membawa teh dan kuwe tersebut -- menjawab: "Itu, sudah." "Coba hitung, orangnya ada berapa? Tiga 'kan. Jadi kurang berapa kuwenya?" Andi menjawab: "Tidak tahu." Saragi memperagakan hitungan yang mudah itu dengan jarinya. Dua tiga menit, Andi baru mengerti.
Dia pergi lagi. Beberapa menit kemudian, Andi kembali dengan sepiring kecil kuwe. Dengan penuh kesabaran, Saragi menyuruh Andi menghitung seluruh kuwe dan teh. "Lima," jawabnya dengan suara gagau. "Coba hitung lagi," kata Saragi. "Satu, wa, ga, pat, ma," berkata begitu, sambil menunjuk ke gelas dan piring. "Nah yang satu ini?" "Tu." "Bukan. Ee .. " "Nam," kata Andi dengan nada mendesau.
Umur Andi 11 tahun. Daya hitungnya, sangat lemah. "Tapi dia ini dari salah satu yang lumayan," ujar Saragi. Andi menempel di tanganan kursi Saragi, pimpinan Sekolah Luar Biasa Yayasan Sumber Asih di Cilandak, Jakarta Selatan. "Lumayan, artinya bisa berkomunikasi dengan dunia keliling yang terbatas." Walaupun Andi sulit sekali untuk menghitung sesuatu lebih dari lima.
Sekolah di Cilandak ini baru saja dibuka. Tepat ketika Sumber Asih berusia 20 tahun. Melihat gedung-gedung lain yang dimiliki Sumber Asih (di Jalan Proklamasi dan Jalan Arief Rahman Hakim), yang di Cilandak ini -- bukan lebih indah -- bisa dikatakan lebih sempurna. Bentuk gedung mirip sekolah sungguhan, biarpun pekarangan dan pelataran depan belum sempurna digarap.Waranya lebih segar dan ada suasana luar kota, jauh dari hiruk pikuk kendaraan. Cuma untuk mencapai sekola. ini, tidak bisa dibayangkan baaimana kalau di musim hujan. Karena jalannya pun diaspal.
Biarpun begitu, saya gembira. Kami guru-guru gembira," ujar Saragi. Dia ini -- Saragi - ayah dari tiga orang anak yapg masih kecil-kecil dan tinggal di kompleks sekolah. Sebelum ke Jakarta ia telah membaktikan dirinya untuk Sekolah Luar Biasa di Pakem, Yogya, tempat pendidikan anak-anak yang idiot, kelas paling parah dari semua tingkatan anak-anak cacat ' mental. "Saya merasa terlalu berat di sana," ujar…
Keywords: Tempat Asuhan, Sekolah Luar Biasa, Yayasan Sumber Asih, Andi, Nyonya Kho Lien Keng, Gereja Protestan Indonesia, Pa van de Steur, BPKKS, Budi Karya, Arief Rahman Hakim, 
Artikel Majalah Text Lainnya
NATAL DALAM GAMBAR
1991-12-28Berbagai gambar karikatur natal untuk peristiwa di eropa, myanmar, kremlin, palestina, dilli, yugoslavia, dan penyakit…
MENGAPA WANITA SIMPANAN
1990-04-21Emansipasi wanita mencatat banyak kemajuan ada sisi lain yang getir yaitu, kebebasan seks dan istri…
KETIKA TELEPON TIDAK BERDERING
1990-04-21Hubungan seks bebas para peragawati menurut okky asokawati berdasarkan cinta dan tanpa tuntutan. tempo mengadakan…