Ada Banyak Jalan Untuk Berjihad

Edisi: 03/24 / Tanggal : 1994-03-19 / Halaman : 43 / Rubrik : BK / Penulis :


Apakah jihad harus berarti berperang melawan orang kafir? Steven Barboza, seorang wartawan Amerika beragama Islam, mencoba mendudukkan kembali makna jihad dalam pandangan Islam. Dengan berdasar pada apa yang ia sebut sebagai Islam murni, ia yakin bahwa umat Islam di Amerika juga berjihad dengan caranya sendiri. Steven Barboza mewawancari beberapa orang Amerika pemeluk Islam dan menuliskannya dalam buku American Jihad, Islam After Malcolm X. Di awalnya, ia berkisah tentang dirinya dahulu, baru ia tuturkan kisah-kisah orang lain. Nukilan ini dikerjakan koresponden TEMPO di Washington, D.C., Sudirman Said, karena buku ini memang belum beredar di Indonesia.

STEVEN BARBOZA: Buku ini adalah jihad
SAYA agak terlambat mengenal Malcom X. Dia meninggal pada 1965, delapan tahun sebelum saya mendengar pesan-pesannya. Toh, pidato-pidatonya masih terasa segar dan baru bagi saya.

Bertahun-tahun sebelum Hollywood tertarik untuk menfilmkannya, saya membenamkan diri di sebuah perpustakaan, mendengarkan rekaman pidato-pidatonya. Pidato-pidato itu penuh dengan amarah. Dimakinya orang-orang kulit putih dengan sebutan setan bermata biru, pembohong, pemabuk, penzina, pencuri, dan pembunuh. Dengan penuh keyakinan dia sebutkan bahwa agama "asli" orang-orang kulit hitam adalah Islam.

Saya penasaran dan ingin tahu lebih dalam. Saya kunjungi salah satu tempat ibadat Nation of Islam di Boston. Di sana saya ikut dalam sebuah kuliah Minggu. Sang pengajar dengan keras menyerang agama Kristen yang disebutnya sebagai agama "orang mati", yang tampak dari rosario berbentuk salib. Di jalan saya bertemu dengan beberapa pemuda berbusana rapi menjajakan "pie" dan koran Muhammad Speaks, koran Nation of Islam.

Di mata mereka ada kesan Islam kehilangan napas spiritualnya, tidak seperti yang saya pikirkan selama ini. Ucapan dan tindakan mereka lebih terfokus pada pikiran-pikiran rasialis, politis, dan sempit. Kelompok yang menamakan diri Lost-Found Nation yang dipimpin Elijah Muhammad itu lebih merupakan sebuah sekte yang kehilangan pegangan daripada sebagai sebuah aliran keagamaan. Gejala ini mulai kentara sejak terbunuhnya Malcom X.

Sebegitu jauh saya masih belum tertarik bahwa mereka betul-betul membawa kebenaran. Saya sama sekali tak ingin menjadi salah satu dari "prajurit" Elijah. Belakangan saya ketahui bahwa Elijah mengumumkan kenabiannya. Dia juga menyatakan bahwa hidup sesudah mati itu sesungguhnya tak ada. Hal-hal di atas sungguh berlawanan dengan konsep-konsep keagamaan apa pun yang selama ini saya pahami. Sampai akhirnya saya berkesimpulan bahwa Nation of Islam bukanlah tempat yang pas untuk saya. Lantas saya mulai mempelajari Islam "mainstream".

Yang saya pelajari dari Islam yang "asli" ternyata lebih cocok dengan pemahaman saya tentang agama. Saya senang dengan hal-hal yang saya pelajari. Prinsip-prinsip ajarannya jelas dan tak menenggang rasialisme. Dalam hal penyembahan kepada Tuhan, setiap orang punya akses langsung kepada Penciptanya. Pendeknya, buat saya Islam merupakan agama yang nyaris sempurna. Yang pada akhirnya mendorong saya untuk memeluk Islam adalah kesia-siaan ibadat saya sebagai seorang Kristen. Akhirnya saya memilih Allah daripada Yesus.

Tentu saja, orang-orang Amerika yang pindah agama dan kemudian masuk Islam sangat beragam tingkat religiusitasnya. Bahkan banyak di antara mereka yang tidak menjalankan Islam sama sekali. Ada juga yang mengambil sebagian ajaran dan meninggalkan sebagian lainnya.

Di Amerika, agama Islam bukan lagi monopoli kaum imigran atau orang-orang tertentu yang kaya raya. Jutaan warga Amerika menjalankan salat setiap hari dan berhimpun sembahyang Jumat setiap pekan dalam kelompok jamaah yang besar.

Dewasa ini di Amerika terdapat lebih dari 200 ribu bisnis yang dikelola muslim. Ada 1.200 masjid, 165 sekolah Islam, 425 organisasi Islam, dan tak kurang dari 85 macam penerbitan Islam. Tetapi, karena berbagai hal, tak banyak orang Amerika yang tahu bahwa jumlah muslim di negeri ini telah melampaui jumlah umat Yahudi.

Jumlah pemeluk Islam di Amerika meningkat secara tajam sesudah ada kebijakan liberalisasi peraturan imigrasi pada tahun 1960-an. Ketika itu sejumlah besar imigran datang dari negara-negara berkembang, yang banyak di antaranya negeri muslim. Kini kepentingan politik tampaknya ikut mendorong para pemimpin pemerintahan untuk lebih memperhatikan Islam.

Kembali ke Malcom X, apa pun yang dia lakukan kiranya sumbangannya terhadap perkembangan Islam di Amerika tetap tercatat dalam sejarah dan tak terbantahkan. Sepeninggal Malcom, muslim Amerika masih memikul kewajiban untuk berjihad. Sebuah perjuangan yang penuh tantangan karena harus berhadapan dengan lingkungan yang sering salah mengerti dan memahami Islam.

Bagi Malcom X, jihadnya yang paling besar adalah ketika harus kembali ke ajaran Islam yang "murni", sekembalinya dari menunaikan ibadah haji. Jihad yang lebih kecil adalah mencairkan kembali pandangannya tentang warga kulit putih, yang menurut Islam ternyata salah. Dan kini jihad yang lebih besar harus dilakukan oleh banyak muslim Amerika. Dan untuk itu, ada banyak jalan untuk berjihad. Buat saya sendiri, menyelesaikan buku ini dan mengedarkannya mudah-mudahan merupakan bentuk jihad juga.

ALI S. ASANI: Profesor di Harvard
ALI S. Asani adalah profesor di Harvard University, mengajarkan bahasa dan kebudayaan bangsa-bangsa Islam. Menurut perkiraannya, hanya ada enam sampai tujuh profesor yang mengajarkan Islam di jurusan agama di universitas-universitas terkemuka di Amerika, yang benar-benar muslim. Lahir di Kenya, dan memiliki darah Asia Selatan, Asani masuk ke AS tahun 1973 sebagai imigran. Pengalamannya menjelaskan Islam kepada para mahasiswanya dituturkan Asani sebagai berikut:

Saya punya seorang mahasiswa pascasarjana yang sedang menyelesaikan salah satu tugas di jurusan bahasa Inggris. Suatu ketika dia datang untuk minta tolong menafsirkan naskah-naskah bahasa Timur. Selesai dengan tugas itu, saya diajak makan di sebuah restoran. Kami berbincang tentang banyak hal, sebuah pembicaraan intelektual yang sangat menarik. Di tengah-tengah obrolan itu, dia berkata, "Saya punya satu pertanyaan yang tak saya temukan jawabannya. Tapi, saya mohon Anda tidak tersinggung."

"Pertanyaan apa itu?" tanya saya penasaran.

"Begini, saya benar-benar tak habis pikir. Bagaimana mungkin seseorang dengan jabatan profesor di sebuah universitas terkemuka, yang pasti sangat rasional dan pintar, kok bisa-bisanya orang seperti Anda percaya kepada sebuah agama yang menganjurkan perang suci, jihad, dan terorisme," katanya memberondong.

Saya terdiam sejenak. Dan dengan hati-hati saya coba menjelaskan. "Kalau Anda buka kamus bahasa Arab, Anda tak akan menemukan kata-kata 'suci' maupun 'perang' di bawah definisi 'jihad'. Istilah jihad berasal dari konsonan j, h, dan d. Akar kata jihad mempunyai arti "berjuang, berusaha keras, atau perjuangan". Berusaha keras untuk bangun subuh bisa diartikan sebagai jihad. Begitupun kalau Anda berupaya sekuat tenaga untuk berangkat ke tempat kerja di tengah-tengah badai salju, itu dapat dikategorikan sebagai jihad. Jadi, semula istilah jihad punya arti yang spesifik, yang dalam konteks keagamaan ditafsirkan dengan konotasi tertentu."

Sayangnya, sering muslim mengembangkan pengertian ini secara salah kaprah. Mereka gunakan istilah jihad secara lepas-lepas, dikait-kaitkan dengan ideologi politik. Saya pikir sebuah konsep keagamaan yang luhur telah disalahartikan.

Sejak beberapa tahun lalu, saya mulai memahami betapa konsep jihad telah diasosiasikan secara tak proporsional dengan Islam. Ada kesan jihad mempunyai arti yang berkonotasi negatif dan melekat di kepala orang-orang Amerika. Padahal, seetahu saya sebagai muslim, tak ada kaitan apa pun antara Perang Teluk, misalnya, dan agama Islam. Perang Teluk merupakan perang yang tak didasari motivasi agama, melainkan kekuatan politik. Toh, semua orang sudah telanjur memandang bahwa perang…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

T
Tamparan untuk Pengingkar Hadis
1994-04-16

Penulis: m.m. azami penerjemah: h. ali mustafa yakub jakarta: pustaka firdaus, 1994. resensi oleh: syu'bah…

U
Upah Buruh dan Pertumbuhan
1994-04-16

Editor: chris manning dan joan hardjono. canberra: department of political and social change, australian national…

K
Kisah Petualangan Wartawan Perang
1994-04-16

Nukilan buku "live from battlefield: from vietnam to bagdad" karya peter arnett, wartawan tv cnn.…