Orang Hanya Tahu Sebagian Sandiwara Ini

Edisi: 13/35 / Tanggal : 2006-05-28 / Halaman : 109 / Rubrik : WAW / Penulis : Zulkifli, Arif


   
"BOLA panas" itu bergulir dan kini penendangnya adalah Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh. Dua pekan terakhir, nasib kasus hukum bekas presiden Soeharto memang menjadi titik perhatian serius banyak orang. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkonsultasi dengan pimpinan lembaga-lembaga tinggi negara membahas soal ini lalu keluar dengan keputusan sedingin es: mengendapkan kasus Soeharto.

Berbeda dengan bosnya, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, 65 tahun, menggebrak meski antiklimaks: menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP)-sesuatu yang membuat keluarga Cendana menyatakan terima kasih kepada pemerintahan SBY.

Arman, begitu Jaksa Agung biasa disapa, lalu jadi bulan-bulanan. Ada yang mengatakan ia mengambil posisi untuk melindungi Susilo dari hujatan publik. Yang lain menganalisis ada perpecahan dalam tubuh pemerintah.

Tapi Abdul Rahman tak peduli. Menurut dia, Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan adalah cara terbaik mengatasi kasus ini. Ia lalu menyiapkan peluru lain: membawa Soeharto ke pengadilan perdata. "Dalam pengadilan perdata, Soeharto tidak perlu datang ke ruang sidang," katanya. Arman memang terbiasa dengan suasana genting dan tak takut mengambil keputusan nyeleneh. Ketika menjadi Hakim Agung, ia adalah orang yang menyampaikan pendapat berbeda atas kasus korupsi Bulog II dengan terdakwa bekas Ketua Golkar Akbar Tandjung.

Sebelum berkecimpung dalam dunia hukum, Arman pernah menjajal jalan hidup yang lain: menjadi wartawan dan bintang film. Filmnya Petualang-Petualang bahkan pernah dilarang beredar pemerintah Orde Baru karena dianggap mengolok-olok koruptor.

Di tengah kepungan demonstran yang meruap di depan gedung Kejaksaan Agung, Rabu pekan lalu, Abdul Rahman Saleh menerima wartawan Tempo, Arif Zulkifli, Tulus Wijanarko, Wenseslaus Manggut, Cahyo Junaedy, Budi Setyarso, dan fotografer Cheppy A. Muchlis untuk sebuah wawancara khusus. Ditemani teh hangat, Arman menjawab setiap pertanyaan dengan tangkas.

Anda mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) kasus Soeharto. Mengapa?

Ini perkara yang sudah enam tahun lamanya. Sidang pertama kasus ini digelar 31 Agustus 2000, lalu Soeharto sakit. Sidang diundur 14 September 2000, tapi sakit lagi. Lalu majelis hakim memerintahkan membentuk tim dokter independen. Pada 28 September 2000, dokter mengumumkan bahwa Soeharto secara fisik dan mental tidak laik disidangkan.

Lalu?

Majelis hakim PN Jakarta Selatan menetapkan penuntutan pidana atas Soeharto tidak dapat diterima. Soeharto dibebaskan dari tahanan kota dan berkas perkara pidana dikembalikan kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

Kejaksaan melawan?

Mendengar penetapan itu, jaksa mengajukan verset atau perlawanan hukum. Atas sikap jaksa itu, 8 November 2000 Pengadilan Tinggi DKI menerima banding jaksa dan membatalkan penetapan PN Jakarta Selatan dan memerintahkan agar perkara Soeharto dibuka kembali.

Mendengar putusan ini pengacara Soeharto mengajukan kasasi. Mahkamah Agung, lalu memutuskan tuntutan jaksa tidak dapat diterima. Jadi, kasus ini kembali lagi…

Keywords: Pengadilan SoehartoJaksa Agung Abdul Rahman Saleh
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…