Potret Perempuan Berjuang
Edisi: 23/34 / Tanggal : 2005-08-07 / Halaman : 78 / Rubrik : DMS / Penulis : Tambunan, Rita O.
DI sebuah desa di Lombok Selatan, Nusa Tenggara Barat, serombongan aparat pemerintah berniat mengecek pelaksanaan proyek irigasi. Setelah basa-basi, para aparat segera mengajak masyarakat mendiskusikan topik yang mereka bawa. Saat itu pulalah, para perempuan seperti dikomando serentak "lari" ke dalam rumah. Walau telah beberapa kali diminta agar tetap tinggal di tempat, mereka tetap beranjak. "Biar sajalah, ini memang bukan urusan perempuan," tutur salah satu bapak yang agaknya ditunjuk untuk berbicara atas nama warga desa. Ia sepertinya merestui gerakan para perempuan yang lari dari meja pertemuan.
Siapa para perempuan yang tampak menghindar dari ruang publik itu? Mereka ternyata adalah kaum ibu yang rata-rata masih muda, berusia 17 hingga 22 tahun. Sebagian besar dari mereka tak tamat SD, hanya dua orang yang pernah mengenyam pendidikan sampai SMP. Hampir semua tak punya kesibukan, selain mengurus rumah dan menunggu kiriman uang dari suami yang kebanyakan bekerja sebagai TKI di Malaysia.
Pada umumnya ibu dalam kelompok tersebut memiliki 2 atau 3 orang anak balita dari hasil 2 atau 3 perkawinan. Apakah ini karena cinta dan kemauan sendiri? Mereka bilang, "Tidak". Tradisi pernikahan Lombok tampaknya tak cukup memberikan ruang pada perempuan untuk mengatakan "tidak" terhadap kehendak lelaki untuk menikahi atau menceraikannya.
Ya, suatu gambaran…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Ibarat Menunggu Godot
2005-07-24Pemilihan langsung kepala daerah (pilkada) ditunggu banyak orang dengan antusiasme tinggi. ada harapan bahwa pilkada…
Dua Wajah dalam Pilkada
2005-07-24Pemilihan kepala daerah diharapkan dapat memperbaiki representasi politik rakyat. faktanya, pemilihan itu tak mencerminkan keinginan…
Pilkada: Kegagalan 'Crafting Democracy'
2005-07-24Sejak 1999 dan menjelang sidang tahunan mpr 2000, cetro (centre for electoral reform), yang didukung…