Untung-buntung Flu Burung

Edisi: 23/34 / Tanggal : 2005-08-07 / Halaman : 88 / Rubrik : KSH / Penulis : Uning, Dara Mutia

SUDAH sepekan Harun sibuk meng-ojek di Desa Korelet, Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang, Ban-ten. Setelah berbisnis selama 10 tahun, ia akhirnya menyerah ber-jualan ayam. ”Ini cuma sementara, sam-bil me-nunggu isu flu burung reda,” ujarnya.

Dulu, saban hari Harun biasa mela-yani pesanan pengusaha makanan dan pasar di Jakarta hingga 600 ekor ayam. Setiap minggu, dia juga mengirim 1.600-2.400 ayam ke Lampung. Tapi sekarang pe-langgannya mengurangi pesanan, mes-ki dia sudah banting harga dari Rp 16 ribu per kilogram menjadi Rp 13 ribu.

Pengelola restoran siap saji Kentucky Fried Chicken (KFC) di Kota Tangerang juga merasakan hal serupa. Manajer KFC cabang Sabar Subur, Kota Tangerang, Era-wan, mengatakan pengunjung ber-ku-rang hingga 30 persen sejak pekan lalu.

Akibatnya, gerai itu hanya mampu meng-habiskan 40 ekor ayam sehari. Kebutuhan ayam restoran tersebut dipasok oleh Setia Supplier Bangkit, agen potong ayam dari Sukabumi, Jawa Barat. Padahal, hari-hari sebelumnya, pesanan bisa mencapai 100 ekor ayam setiap harinya.

Sejak dinyatakan sebagai zona merah atau endemik flu burung oleh pemerintah pusat sekitar dua pekan lalu, ayam dan unggas asal Tangerang seolah masuk daftar hitam para konsumen. Kamis dua pekan lalu, Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari mengumumkan bahwa Tangerang bersama Jambi dan Sumatera Utara ditetapkan sebagai daerah rawan flu burung.

Tak mengherankan jika Bupati Ta-nge-rang, Ismet Iskandar, pun mencak-mencak. ”Tangerang korban kepanikan dua menteri,” kata Ismet seperti dikutip Joniansyah dari Tempo. Selain Menteri Siti, Ismet juga menyalahkan Menteri Pertanian Anton Apriantono. Kedua menteri itu…

Keywords: -

---

Foto Terkait