Martti Ahtisaari: Pengadilan Hak Asasi Di Aceh Tak Berlaku Surut
Edisi: 26/34 / Tanggal : 2005-08-28 / Halaman : 46 / Rubrik : WAW / Penulis : Patria, Nezar
DI Helsinki, namanya akrab di telinga semua orang. âPresiden Ahtisaari? Dia orang baik,â begitu jawaban spontan seorang sopir taksi. Sejak lima tahun lalu, Martti Ahtisaari, 68 tahun, sebetulnya sudah turun dari kursi orang nomor satu di Finlandia, negeri yang rimbun cemara itu. Tapi sampai sekarang, mungkin semacam penghormatan bagi politisi gaek itu, orang masih memanggilnya Tuan Presiden.
Di Government Banquet Hall, yang hanya berjarak setengah kilometer dari Istana Presiden Finlandia, Ahtisaari menjadi saksi perdamaian antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka, Senin pekan lalu. Inilah puncak dari dialog damai lima putaran, yang ditengahi oleh Ahtisaari selama setengah tahun, bersama Crisis Management Initiative (CMI), badan yang ia pimpin. Dia memang akrab dengan pergaulan politik global, dan menyebut dirinya sebagai âpegawai bagi warga sipil internasionalâ.
Lahir pada saat Perang Dunia Kedua meletus, Ahtisaari merasakan getirnya konflik politik. âSaya harus menjadi pengungsi di negeri sendiri,â ujarnya. Dia lahir di Karelia, wilayah pinggiran Finlandia yang pernah diduduki Uni Soviet. Di sana Ahtisaari menghabiskan masa kecilnya menjadi pengungsi bersama 400 ribu warga setempat. Ayahnya, seorang militer Finlandia, mengungsikan keluarganya dari kota ke kota. Mereka akhirnya menetap di Oulo, satu kota kecil tempat Ahtisaari bersekolah sampai lulus dari universitas.
Mungkin karena pengalaman pahit itu, dia sangat peka dengan konflik. Sepanjang kariernya sebagai diplomat, Ahtisaari terjun ke berbagai negeri yang bergolak, dari Afrika sampai Eropa Timur. Sebagian besar berkaitan dengan usaha perdamaian atau pekerjaan kemanusiaan. Dia pernah menjadi duta besar di Tanzania, dan bekerja sebagai pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa- (PBB). Dalam program pemusnahan senjata milik IRA, kelompok pemberontak Irlandia Utara yang telah berdamai dengan pemerintah Inggris itu, Martti Ahtisaari duduk sebagai pengawas independen.
Banyak yang tak menduga, GAM yang angkat senjata melawan Republik sejak 1976 itu bersepakat damai lewat dialog yang relatif singkat. Tentu, perjanjian itu tak cukup di atas kertas. Lalu, apa saja titik rawan dari perdamaian di Aceh itu? Di sela waktunya yang padat, Selasa pekan lalu, Ahtisaari menerima wartawan Tempo Nezar Patria di kantor CMI, di satu gedung tua di Jalan Pieni Roobertinkatu 13, Helsinki. Di daun pintu di lantai tiga, ada tulisan âOffice of President Ahtisaariâ. Dari sinilah, âTuan Presidenâ mengatur diplomasinya ke pelbagai penjuru dunia.
Apa beda perundingan Aceh dengan negosiasi sejenis yang pernah Anda tangani sebelumnya?
Saya pikir perundingan ini…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…