Konsolidasi Demokrasi Setengah Langkah

Edisi: 26/34 / Tanggal : 2005-08-28 / Halaman : 76 / Rubrik : DMS / Penulis : Nasikun

DALAM usianya yang masih sangat pendek, riuh-rendah gerakan reformasi Mei 1998 ternyata telah memberi kita pelajaran sangat berharga tentang demokrasi. Proyek demokrasi yang kita bangun di seberang runtuhnya otoritarianisme Orde Baru ternyata sama sekali bukan merupakan sebuah panacea. Ia telah menawarkan peluang pemberdayaan masyarakat sipil, hapusnya beragam bentuk diskriminasi, dan hadirnya "tata kepemerintahan yang baik" (good governance).

Akan tetapi, di luar pengamatan dan kesadaran banyak pendukungnya, dalam waktu pendek ia ternyata telah berubah menjadi alat bagi aktualisasi kepentingan-kepentingan mereka yang kuat dan berkuasa, semakin menyudutkan lapisan penduduk miskin yang lemah dan terpinggirkan, mengaksentuasi beragam bentuk konflik sosial, dan gagal mendorong partisipasi masyarakat yang luas di dalam proses politik.

Tidak mengherankan jika banyak aktivis prodemokrasi mulai dihantui kekhawatiran akan kesahihan tesis Luciano Martins bahwa reformasi memang dapat membawa transformasi sebuah rezim politik otoritarian menuju terbentuknya sistem politik yang lebih demokratis, tetapi dapat juga membawanya kepada sebuah "bentuk baru" otoritarianisme, atau bahkan kepada suatu bentuk totaliterianisme. Mereka mulai khawatir reformasi tidak sedang berjalan menuju konsolidasi demokrasi di dalam pengertian yang sesungguhnya, melainkan membawanya kepada sebuah formalisme demokrasi.

Itulah pula agaknya makna rumusan "halus" kesimpulan hasil penelitian DEMOS bahwa keberhasilan proses konsolidasi demokrasi yang terjadi di Indonesia selama ini hanya berjalan setengah langkah, karena telah "dibajak" oleh perselingkuhan antara elite…

Keywords: -

---

Foto Terkait