Patgulipat Kocek Pensiunan

Edisi: 08/35 / Tanggal : 2006-04-23 / Halaman : 60 / Rubrik : INVT / Penulis : Basral, Akmal N.


MEREKA bertemu di sebuah kamar di Hotel Borobudur, Jakarta. The Hok Bing, Muhammad Rizki Pratama, dan Direktur Utama PT Dana Pensiun Perkebunan H. Samingoen.

Ketika itu Juli 2002. Di bawah semprotan pendingin udara, Bing bercerita tentang "prestasinya" mendapatkan kepercayaan Sekretariat Negara mengelola gedung Non Alliance Movement (NAM) Center di Kemayoran. Gedung ini dibangun oleh 28 negara dan pemanfaatannya dikoordinasikan oleh Departemen Luar Negeri dan Sekretariat Negara.

The Hok Bing, 42 tahun, pengusaha asal Jawa Timur, lalu mengajak PT Dana Pensiun Perkebunan (Dapenbun) bekerja sama. Proyeknya adalah membangun sebuah sentra bisnis Cina di Kemayoran. Kepada Samingoen, Bing alias Gunawan Witjaksono menjanjikan akan segera mendapat lisensi pemerintah untuk mengelola proyek besar itu.

Proyek besar? Ini bukan pekerjaan sembarangan. Di atas tanah lebih dari 17 hektare, nantinya akan dibangun pusat bisnis Cina senilai hampir Rp 4 triliun. Tak sembarang orang bisa dipercaya Sekretariat Negara menangani proyek prestisius itu. Bing punya modal: ia menggandeng Rizki Pratama, putra Megawati Soekarnoputri, Presiden RI kala itu.

Samingoen kesengsem. Meski kepada Tempo, Bambang Kesowo, Menteri Sekretaris Negara di era Megawati sekaligus Ketua Badan Pengelola Kemayoran, menyangkal soal beking-bekingan itu. Rizki juga membantah jadi "pengawal" Bing (lihat, "Saya Tidak Memanfaatkan Jabatan Ibu"). Adapun Samingoen mengakui pertemuan itu.

Pada 20 Januari 2003, Dapenbun bersama Bing dan Rizki mendirikan PT Theda Persada Nusantara. Enam bulan setelah itu, hak guna bangunan (HGB) 17,6 hektare tanah di lima blok Kemayoran mereka kantongi. Sebagai modal dasar, Dapenbun menyetor Rp 6 miliar dan Bing menyetorkan surat kepemilikannya atas dua bidang tanah di Pondok Cabe dan Pamulang dengan nilai yang dianggap sama.

Soal mudahnya Theda mengantongi lisensi Kemayoran dijelaskan Gaguk Nugroho, Direktur Pembangunan Direksi Pelaksana Pengendalian Pembangunan Kompleks Kemayoran--selanjutnya kita sebut saja Pengendali Kemayoran--yang kala itu bertanggung jawab menilai proposal proyek. Katanya, yang mengincar tanah itu sebenarnya ada dua: Theda dan PT Ancol Pusaka. Ancol ditolak karena menaksir nilai tanah jauh di bawah nilai jual obyek pajak. Sebaliknya, Theda menghargai tanah itu Rp 480,3 miliar alias Rp 90 miliar di atas nilai pajak.

Theda juga kelihatan mentereng karena, kepada Pengendali Kemayoran, Bing mengatakan ada investor Cina yang telah menyiapkan dana US$ 700 juta untuk proyek itu. Bukan itu saja, menurut Ketua Direksi Pengendali Kemayoran, Semeru Soekarno, ketika mengajukan proposal penawaran, Theda membawa serta deposito milik Dana Pensiun Perkebunan yang nilainya di…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
Muslihat Cukong di Ladang Cepu
2008-01-13

Megaproyek pengeboran di blok cepu menjanjikan fulus berlimpah. semua berlomba mengais rezeki dari lapangan minyak…

T
Terjerat Suap Massal Monsanto
2008-02-03

Peluang soleh solahuddin lolos dari kursi terdakwa kejaksaan agung kian tertutup. setumpuk bukti aliran suap…

H
Hijrah Bumi Angling Dharma
2008-01-13

Blok cepu membuat bojonegoro tak lagi sepi. dari bisnis remang-remang hingga hotel bintang lima.