Hasyim Muzadi: Kalau Dibiarkan, Negara Bisa Bubrah…

Edisi: 24/35 / Tanggal : 2006-08-13 / Halaman : 40 / Rubrik : WAW / Penulis : Zulkifli, Arif , Wijanarko, Tulus , Junaedy, Cahyo


NAHDLATUL Ulama kembali jadi omongan. Kali ini karena mereka mengeluarkan maklumat setia pada UUD 45 dan Pancasila. Inilah maklumat yang dihasilkan oleh Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU di Surabaya, akhir Juli lalu. Belakangan, Ketua PB NU KH Achmad Hasyim Muzadi, 62 tahun, mengeluarkan pernyataan keras terutama tentang maraknya peraturan daerah (perda) bernuansa syariah. "Syariat Islam seharusnya ada dalam konteks civil society, bukan nation state," kata pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam, Malang. Ia khawatir formalisasi syariat Islam dalam perda hanya akan memicu perpecahan bangsa.

Ditemui pekan lalu di kantor NU, Jakarta, mantan calon wakil presiden dalam Pemilu 2004 ini tampak bersahaja. Hari itu ia mengenakan kemeja batik dan celana warna gelap. Tutur bahasanya teratur. Terkadang ia meradang juga, meski tetap kental nuansa guraunya. "Wah, omonganku mbok bantahi kabeh (pernyataanku kalian bantah semua)," katanya kepada wartawan Tempo, Arif Zulkifli, Tulus Wijanarko, Cahyo Junaedy, dan fotografer Cheppy A. Muchlis.

Apa latar belakang dikeluarkannya Maklumat NU?

Ini (salah satu) langkah NU meneguhkan kembali komitmen bernegara. Sebelumnya kami merasakan ada tarikan ideologi ke kiri maupun kanan. Kalau tidak diwaspadai, ideologi negara akan runtuh. Reformasi yang mengamendemen UUD 45 memiliki dampak ganda: menyejukkan demokrasi sekaligus menimbulkan problematika sistemik. Problem itu berupa terjadinya tumpang-tindih perundangan, munculnya liberalisasi pemikiran, maraknya kekerasan, dan demonstrasi terus-menerus.

Seberapa signifikan maklumat itu bagi kehidupan beragama di Indonesia?

Saya tidak dapat dengan serta-merta mengajak seluruh lapisan masyarakat. Sebagai Ketua Umum PB NU, saya tidak dapat mengajak orang lain sebelum warga NU melakukannya lebih dulu.

Anda melihat ancaman terhadap kesatuan Indonesia itu demikian keras?

Ya. Masalah krusial di Indonesia sepanjang masa adalah hubungan antara ideologi dan agama dan budaya. Setiap umat beragama berkewajiban menjalankan aturan agamanya, sementara negara harus menjamin pelaksanaan syariat secara bebas. Tapi kebebasan itu harus dalam dimensi kemasyarakatan dan tidak dinegarakan. Harap dicatat, syariat di sini bukan semata syariat Islam, karena seluruh agama memiliki syariat.

Dinegarakan? Maksud Anda?

Dijadikan hukum positif. Semestinya sumbangan agama kepada negara…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…