Gebuk Dulu, Urusan Belakangan

Edisi: 22/35 / Tanggal : 2006-07-30 / Halaman : 106 / Rubrik : LN / Penulis : Fadjri, Raihul , ,

Israel lebih suka menggunakan opsi militer tinimbang politik dalam menghadapi konflik dengan Arab.

"Enyahlah dari neraka ini. Bawa kami ke mana pun."

DI sebuah jalan, di pinggir selatan Kota Beirut, suara seorang lelaki tersedu, menyapa setiap orang yang melintas. Si lelaki, wajahnya menghitam terkena semburan jelaga. Ia, istrinya, beserta tiga anaknya berjalan hati-hati melewati puing dan pecahan kaca, Selasa pekan lalu.

Israel yang marah dan terhina oleh serangan serta penculikan gerilyawan Hizbullah itu bertekad memberi pelajaran tak terlupakan. Ratusan orang sipil tewas, ribuan mengungsi.

Satu-satunya bandara, juga pelabuhan di Beirut, hancur; belasan jembatan, jalan raya, terpenggal. Serangan juga menghancurkan rumah, termasuk rumah dan kantor pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, dan stasiun televisi satelit milik Hizbullah, Al-Mannar.

Kehancuran paling parah terjadi di wilayah tepi kota bagian selatan Beirut yang merupakan markas komando Hizbullah. Sekitar setengah juta penduduk hidup di kawasan itu, tapi kini separuhnya mengungsi ke pusat Kota Beirut, di sekitar perbukitan, atau ke sebelah timur Lembah Bekaa.

Ini adalah salah satu operasi militer terbesar Israel di Libanon sejak invasi 1982. Perdana Menteri Ehud Olmert memerintahkan pengeboman jalan, jembatan, dan bandara internasional Beirut. Olmert menyatakan operasi militer berlanjut, meski dunia internasional mengecamnya, kecuali Amerika Serikat.

Toh, Olmert melakukan arah yang berbeda dengan pendahulunya, Ariel Sharon,…

Keywords: -

---

Foto Terkait