Kesempatan Menulis Kehidupan

Edisi: 18/35 / Tanggal : 2006-07-02 / Halaman : 70 / Rubrik : IQR / Penulis : Toha-Sarumpaet, Riris K. , ,

Riris K. Toha-Sarumpaet *)
*) Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI

SITOR Situmorang, usianya di atas 80. Masih aktif. Dua kumpulan sajaknya yang terbit awal 2006 bukan hanya menunjuk pada kreativitas dan produktivitasnya, tetapi lebih ke kepenuhan pengalaman dan kesempatan yang didapatnya untuk menuliskan kehidupan.

Sebagai penyair kelahiran 1924 yang tetap kreatif dan masih peduli dan kritis terhadap sekelilingnya, ia memaksa kita tertegun. Haruskah kita cemburu buta atau lebih baik memburu apa yang bisa dan mereguk pengetahuan yang dia punya? Apakah kata kunci yang dapat kita gunakan untuk memahami dan menggali kekayaannya?

Dalam dunia sastra di Indonesia, sudah sejak awal Sitor harus dipertimbangkan karena pemikiran dan cara ungkapnya yang segar menyentak, yang dalam kesederhanaan berani menjadi dirinya. Begitu banyak sajak yang sudah dia tulis dan banyak pula yang membahas, namun, sama seperti kehidupan yang tergambar dalam sajak-sajaknya, pencarian makna dan pemahaman atas kekayaannya tidaklah mudah dipuaskan. Sitor sendiri dalam sajaknya yang mengingatkan kita pada esai T.S. Eliot mengatakan bahwa "tak ada yang lebih jelas dari/kekaburan puisi dan ia/tak berulang. Ia detik sekaligus/keabadian."

Justru momen yang merunut keseumurhidupan inilah yang melanggengkan percintaan antara penyair dan pembaca, yang juga perlu dikenali dari karya-karya Sitor, studi mengenai apa yang menetap dan bagaimana itu mengejawantah dalam tubuh karyanya. Walau menulis sajak sejak 1948, tak boleh dilupakan cerpen, drama, terlebih esai-esainya yang juga sangat kuat. Cerpen-cerpennya yang lugas mengisahkan pergumulan eksistensial manusia, demikian pula pada dramanya soal mati, asal-usul, dan nasib.

Kemahirannya mentransposisi kata melahirkan sajak-sajak yang tekstur verbalnya amat mengesankan sehingga…

Keywords: -

---

Foto Terkait