Suciwati: "harus Tertangkap Dalangnya..."
Edisi: 40/33 / Tanggal : 2004-12-05 / Halaman : 53 / Rubrik : WAW / Penulis : , ,
IA mendengar aneka pelecehan yang dialami para buruh wanita. Suciwati, nama perempuan itu, kemudian membuat keputusan besar. Ditinggalkannya kegiatan mengajar di sebuah SMA, dikerahkannya segenap energi ke satu titik yang kemudian digelutinya selama belasan tahun: dunia perburuhan.
Suciwati, kini 37 tahun, memang seorang aktivis yang selalu ditempa semangat. Terakhir, tatkala hatinya remuk ditinggal mati suaminya, Munir, cepat sekali ia menggambarkan sebuah ilustrasi. Munir memang suaminya, tapi bukan miliknya sepenuhnya. Ia bangga bersuamikan Munir dan menjadi ibu bagi dua anaknya. Sementara itu, diakuinya: Munir ikon perjuangan penegakan HAM dan prodemokrasi, dan ia milik siapa saja yang punya kesamaan visi perjuangan dengannya.
Kamis malam pekan lalu, di pelataran gedung Komnas Perempuan, Jakarta, Suciwati meminta para penegak HAM dan prodemokrasi melanjutkan perjuangan suaminya. Bagi Suciwati, kematian suaminya adalah momentum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan atas kematian itu. "Ini pembunuhan politis," katanya.
Suci bertemu Munir pertama kali sekitar 1991. Suci, yang saat itu mulai tertarik pada dunia buruh, ikut aktif dalam diskusi tentang perburuhan di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya pos Malang yang dipimpin Munir. Dua aktivis mulai saling mengenal dan menolong. Puncaknya, ketika ia memimpin demo buruh, memprotes perusahaan yang melanggar undang-undang. Ia ditangkap dan dipenjarakan, kemudian Munir muncul, membelanya. Sejak itu, hubungan mereka semakin dekat, dan awal 1996 mereka menikah. Pernikahan yang membuahkan Soultan Alif Allende, 6 tahun, dan Diva Suukyi Larasati, 2 tahun.
Perempuan berambut ikal sepundak itu mengenang kehidupan perkawinannya. Berbagai bentuk teror menjadi bagian hidupnya bersama Munir. Tapi mereka berdua memiliki semacam konsensus tak tertulis: tak mempublikasikan serangkaian teror yang mereka terima. "Sebab, menyebarluaskan teror yang diterima berarti menyebarluaskan ketakutan," katanya.
Kepada Rommy Fibri dan Nurdin Kalim dari Tempo, yang menemuinya dalam berbagai kesempatan pekan lalu, Suci berkisah seputar kematian suami tercinta yang hingga kini masih misterius. Ia bercerita dari kesulitan mendapatkan dokumen hasil otopsi hingga perlunya dibentuk tim investigasi independen untuk mengungkap tabir gelap seputar kematian Munir. Berikut petikannya:
Kenapa Anda sulit sekali mendapatkan hasil otopsi dari aparat pemerintah?
Saya…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…