Agung Laksono: "jangan Ada Tirani Mayoritas"

Edisi: 39/33 / Tanggal : 2004-11-28 / Halaman : 83 / Rubrik : WAW / Penulis : , ,


IA adalah wajah lama dalam kehidupan legislatif di negeri ini. Ketika Orde Baru berkuasa, ia sudah menjadi anggota DPR sepanjang tiga periode. Ya, Agung Laksono, 55 tahun, memang politisi senior. Tapi jabatannya kali ini (Ketua DPR 2004-2009) agak berbeda.

Ia memimpin DPR ketika lembaga itu terbelah. Ada Koalisi Kebangsaan, koalisi yang bertumpu pada dua partai besar, Partai Golkar dan PDIP, di satu pihak. Ada Koalisi Kerakyatan yang meliputi kekuatan seperti Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), di lain pihak. Dan pertikaian keduanya langsung memanas, sejak dini--sejak DPR terpilih itu mulai berfungsi. Ia memimpin ketika orang memandang kejadian itu sebagai sebuah preseden yang mengkhawatirkan.

Itukah ciri-ciri perang besar legislatif vs eksekutif yang bakal mendera elite berkuasa hingga lima tahun ke depan? Menjelang Lebaran, hujan interupsi begitu deras. Pangkal pertikaiannya, rencana pembacaan surat interpelasi terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang ditandatangani 49 anggota DPR. Waktu itu, anggota fraksi-fraksi pendukung pemerintah--PPP, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Demokrat--menentang keras. Tapi Agung memperlihatkan sikapnya. Ia menyitir tata tertib persidangan: "Setiap surat masuk, termasuk interpelasi, wajib dibacakan di awal sidang paripurna."

Hampir setiap masalah bisa menjadi titik awal pertikaian: dari pemilihan pimpinan komisi hingga penggantian Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dengan Jenderal Ryamizard Ryacudu. Boikot menjelang voting, ada perbedaan tak terjembatani. Kepada Tempo, Agung Laksono mengaku telah melobi pihak-pihak yang bertikai.

Agung mencoba tampil netral, meski ia punya pendapat sendiri. Di matanya, voting tak bisa dihindari. Dan kala Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menolak fasilitas mobil dan hotel yang dinilai berlebihan, ia tidak antusias menyambut. "Saya setuju dengan penghematan, termasuk usul tidak memakai sedan Volvo. Ganti mobil Kijang sih oke saja, tapi berapa penghematannya? Yang lebih penting, kalau mau berhemat, ya, harus menyeluruh. Tidak berhenti pada simbol saja," katanya.

Namun, adakah jalan keluar dari perpecahan di tubuh parlemen kita? Demi memotret situasi politik di parlemen, sepekan sebelum Idul Fitri, wartawan Tempo Rommy Fibri dan F. Dewi Ria Utari mewawancarai Agung Laksono di Kantor DPP Partai Golkar, di kawasan Slipi, Jakarta Barat.

Berikut petikannya:

Sepertinya ketegangan politik di DPR masih belum cair?

Sebetulnya kebekuan di antara fraksi-fraksi selama hampir tiga minggu terakhir sudah mencair. Puncaknya, sidang paripurna menjelang Lebaran kemarin. Sebelumnya, kita melakukan pertemuan-pertemuan maraton, secara bertahap sekaligus 10 fraksi, karena ada suasana yang sangat kaku. Keadaan diperburuk oleh adanya rasa saling curiga.

Apa indikasi suasana sudah mencair?

Dalam pertemuan yang saya pimpin secara maraton, 10 fraksi mulai bertemu. Bahkan yang terakhir, pertemuan dilanjutkan untuk membahas beberapa poin tanpa saya pandu. Jadi, langsung secara horizontal antarfraksi. Itu satu hal yang baik.

Mereka berjanji meneruskan ke ruang sidang. Sehingga, kalau ada perbedaan pendapat, nanti diselesaikan dalam pembicaraan atau…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…