Xanana Gusmao: Sejarah Itu Harus Ditutup
Edisi: 01/35 / Tanggal : 2006-03-05 / Halaman : 50 / Rubrik : WAW / Penulis : Patria, Nezar , Assegaf, Faisal ,
RAMBUTNYA seperti tersiram serbuk perak: memutih dari sisi ke sisi. Usianya memang tak lagi muda. Juni mendatang, Presiden Republik Demokratik Timor Leste, Xanana Gusmao, genap 60 tahun. Badannya memang masih tegap, tapi pinggangnya sedikit bergelambir. Dia masih perokok berat. Yang juga tak berubah adalah cita-citanya yang bersahaja: menjadi petani labu di tepi Kota Dili.
Sejak awal, Xanana memang sudah menolak dicalonkan menjadi presiden. âSaya hanya ingin melukis, menulis puisi, dan memotret,â ujarnya. Tapi sejarah berbicara lain. Timor Leste, republik muda yang masih dalam sengkarut, bergantung pada lelaki dari Manatuto dan bekas panglima Falintil itu. Suka tak suka, hanya dia yang mampu menjadi mesin pembangkit solidaritas.
Sejak merdeka pada 20 Mei 2002, masalah tak berhenti datang ke negeri itu. Selain pertumbuhan ekonomi yang lambat, Timor Leste masih dihantui bayang-bayang masa silam. Isu pelanggaran hak asasi manusia naik-turun di panggung dunia. Akhir Januari silam, laporan dari Commissao de Acolhimento, Verdade e Reconciliacao (CAVR) atau Komisi Penerimaan, Kebenaran, dan Rekonsiliasi Timor Leste, dibawa Xanana ke Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York.
Laporan setebal 2.500 halaman itu mengungkapkan temuan pelanggaran hak asasi manusia sejak 25 April 1974 sampai 25 Oktober 1999. Tentu, yang paling banyak disinggung adalah saat kediktatoran Orde Baru mengirimkan tentara ke Timor Leste. Disebutkan, akibat pendudukan Indonesia selama 24 tahun itu, sekitar 83 ribu sampai 183 ribu orang tewas.
Gara-gara laporan itu pula, hubungan Dili dengan Jakarta tegang. Rencana pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Xanana, yang semula dijadwalkan bulan lalu, akhirnya terpaksa tertunda. Apalagi, sebelumnya ada insiden berdarah di perbatasan negeri itu dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dilaporkan, tiga warga Indonesia tewas ditembak polisi Timor Leste.
Tatkala situasi politik meruncing itu, seorang tokoh politik di Dili berkisah kepada Tempo. Kata dia, ketika Xanana masih di New York, ada usul agar ia tak usah pulang lewat Bali. âPulang lewat Darwin saja,â ujar si pembisik. Tapi Xanana tetap memutuskan kembali ke Dili lewat Baliâsebuah isyarat bahwa Xanana tak mengangkat sangkur terhadap tetangga besarnya itu.
Itu sebabnya, saat bertemu Presiden Yudhoyono dan menyerahkan hasil laporan CAVR itu di Bali, pekan lalu, ia seperti tak menyimpan dendam. SBY dan Xanana berpelukan erat.
Tapi, mengapa Maret mendatang Xanana tetap melaporkan hasil CAVR ke Dewan Keamanan PBB? Meneguk secangkir kopi dan mengisap tiga batang…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…