PERANG SAMPAH DI JAMBANGAN

Edisi: 52/34 / Tanggal : 2006-02-26 / Halaman : 132 / Rubrik : LIN / Penulis : Sinaga, Deddy , Mahbub, Harun, Sunudyantoro

SERAUT tong gendut. Warnanya kusam tergerus matahari. Tingginya sepinggang orang dewasa. Bila tutup tong ini dibuka, bau busuknya akan menjalar ke mana-mana. Di dalamnya ada ratusan, barangkali lebih, belatung berpesta. Mereka menyantap sisa nasi goreng pagi dan sayur sisa makan malam yang sebagian mulai menghitam. Tong gembil itulah "furnitur" yang menghiasi depan rumah Sriatun selama empat tahun ini.

Menjijikkan? Sriatun tertawa. "Sampah ini sudah berumur sebulan," katanya seraya membuka tong plastik berukuran 120 liter itu. Bau yang bisa membikin muntah pun merebak ke mana-mana. Tapi Sriatun tak peduli.

Sriatun sudah empat tahun ini "memelihara" sampah dengan "furnitur" yang tak biasa, yakni dua tong plastik tembem. Sebuah tong untuk menyimpan sampah sisa makanan seperti potongan sayur, cuilan tahu, atau sisa-sisa daging. Istilah kerennya adalah sampah organik, sampah dari makhluk hidup yang bisa didaur ulang. Sebuah tong lagi untuk menyimpan sampah anorganik seperti plastik, kertas, botol, kayu.

Saban hari Sriatun memilah sampahnya. Sampah organik atau biasa disebut sampah basah disimpan di tong khusus. Tong ini tanpa alas. Tong ini berdiri di atas sebuah lubang yang telah ditimbun dengan kerikil. Bagian tutup atasnya dipasangi pipa plastik, persis cerobong asap. Gunanya untuk mengeluarkan gas yang terbentuk saat sampah beralih bentuk menjadi kompos.

"Furnitur" yang tak lazim inilah yang kini menghiasi sebagian besar rumah di Kelurahan Jambangan, Surabaya. Kampung ini terletak di luar Kota Surabaya, berbatasan langsung…

Keywords: -

Rp. 15.000