Sebuah Awal Santrinisasi?
Edisi: 06/22 / Tanggal : 1992-04-11 / Halaman : 17 / Rubrik : AG / Penulis : ABS
"Sampaikanlah walau cuma sepotong ayat," kata Nabi Muhammad saw.
; SUATU hari Hajah Sitoresmi Prabuningrat memberikan ceramah agama di kampus
UNS Solo. Tapi dalam acara tanya jawab kemudian, tutur Emha Ainun Najib,
"santri mbeling" yang hadir waktu itu, pertanyaan bukan tentang isi ceramah
Sitoresmi. "Yang ditanyakan oleh hadirin, kenapa Mbak Sito memakai jilbab,
main di sinetron, dan seterusnya," kata Emha.
; Bagi jemaah di kampus UNS itu, rupanya pengalaman pribadi Mbak Sito, demikian
panggilan akrab Sitoresmi, pemain drama yang kemudian sering bermain dalam
sinetron TVRI, lebih berharga ketimbang isi ceramahnya. Umpamanya mengapa
artis kok lalu muncul sebagai dai.
; Masalah seperti itu juga terjadi di mesjid Sunda Kelapa, Jakarta, Ahad dua
pekan lalu. Suatau hari massa berduyun-duyun ke masjid itu karena seorang "dai"
dakan menceritakan perubahan dirinya dari jalan gelap ke jalan Islam. Tapi
nampaknya yang menarik anak-anak muda itu bukan karena pengalaman sang "dai"
melainkan tampang Tio Pakusadewo, peraih Piala Citra untuk peran utama dalam
film Lagu untuk Seruni. "Kami datang memang ingin melihat Tio yang tampan
itu," kata seorang gadis Menteng, salah satu kawasan elite di Jakarta,
berterus terang.
; Tampaknya hal itu menjelaskan mengapa tampil sejumlah artis, sastrawan,
budayawan, dan bahkan pelawak sebagai dai-dai beru belakangan ini. Ada iklim
dalam masyarakat akhir-akhir ini yang memungkinkan muncul orang seperti
Rendra, Tio, sampai pelawak Qomar didaulat sebagai dai, apa pun dakwah yang
disampaikannya.
; Memang bukan hal baru seorang Sito atau Tio atau Qomar yang sebelumnya tak
dikenal sebagai santri menjadi dai. Menurut Abdul Munir Mulkhan, dosen IAIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, fenomena munculnya dai dari kalangan non-santri
sebenarnya sudah terjadi pada dekade 1970-an. Cuma, waktu itu lebih banyak
faktor politiknya. Ali Moertopo, misalnya, yang pada tahun-tahun itu dekenal
sebagai tokoh penting di Golkar, getol menggunakan ayat dan kata-kata yang
berbau Islam dalam kampanye politiknya.
; Dan sesungguhnya datangnya dai dari "dunia" lain itu sah saja. Dalam Islam,
untuk menjadi pendakwah, seseorang tak perlu melalui munaqosyah (batu ujian).
Predikat keulamaan juga datang dengan sendirinya dari publik. Hakikatnya,
setiap orang adalah pendakwah. Justru bila dakwah disampaikan oleh mereka yang
sebelumnya bukan santri, "makna agama jadi lebih hidup," kata Bambang Pranowo,
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Agama dan Kemasyarakatan Departemen
Agama. Misalnya Tio Pakusadewo langsung berbicara bagaimana ia sampai di jalan
Islam lewat masa lalunya yang gelap. Ia tak berbicara soal fikih, atau ilmu
kalam, yang mestinya…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Menyebarkan Model Kosim Nurzeha
1994-04-16Yayasan iqro menyiapkan juru dakwah, ada di antaranya anggota abri berpangkat mayor, yang mengembangkan syiar…
Sai Baba, atau Gado-Gado Agama
1994-02-05Inilah "gerakan" atau apa pun namanya yang mencampuradukkan agama-agama. pekan lalu, kelompok ini dicoret dari…
Siapa Orang Musyrik itu?
1994-02-05Mui surabaya keberatan sebuah masjid dijadikan tempat pertemuan tokoh dari berbagai agama, berdasarkan surat at…