Anton Apriyantono: Masak, Petani Berkorban Terus
Edisi: 48/34 / Tanggal : 2006-01-29 / Halaman : 40 / Rubrik : WAW / Penulis : Zulkifli, Arif, Dharmasaputra, Metta, Agustina, Widiarsi
CITA-CITA Menteri Pertanian Anton Apriyantono, 47 tahun, boleh juga: memperbaiki kehidupan petani Indonesia. Impian itu dibawanya begitu ia diangkat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai anggota Kabinet Indonesia Bersatu. Begitu berkantor di kawasan Ragunan, Jakarta Selatan, dosen pascasarjana ilmu pangan Institut Pertanian Bogor ini membentangkan konsep membenahi kesejahteraan petani.
Dari soal diversifikasi usaha pertanian sampai keinginannya melakukan swasembada beras. Harga gabah dinaikkan, benih dan pupuk juga disubsidi. Menteri Anton mengharamkan impor beras. "Swasembada beras bisa dilakukan dalam tahun-tahun ini," katanya kepada Tempo, tahun silam.
Tapi beratnya situasi ekonomi setelah kenaikan bahan bakar minyak membuat Anton harus menelan pil pahit: harga gabah anjlok, hama penyakit tanaman dan bencana alam. Yang bikin guru besar Fakultas Ilmu Pangan Institut Pertanian Bogor ini nelangsa adalah pilihan menyetujui rencana impor beras karena stok beras dalam negeri tak mencukupi.
Anton enggan menyetujui pilihan itu, tapi ia menggenggam buah simalakama: dengan impor, petani rugi; tanpa impor, harga beras naik dan cadangan nasional tak cukup. Padahal, petani juga membeli beras karena produksinya tak cukup untuk dimakan sendiri.
Apa boleh buat, sebagai Ketua Harian Dewan Ketahanan Pangan, Menteri Anton tak bisa berkata lain. Keputusan impor dianggap jalan terbaik. Akibatnya, ia remuk redam: kebijakan itu menuai protes, termasuk dari Partai Keadilan Sejahtera, partai yang merekomendasikan dirinya menjadi menteri.
Kamis pekan lalu, sepulang seminar flu burung di Beijing, Cina, Anton menerima Arif Zulkifli, Metta Dharmasaputra, Widiarsi Agustina, dan Efri Ritonga dari Tempo untuk sebuah wawancara khusus.
Mengapa pembahasan soal impor beras berujung kisruh?
Ada berbagai faktor penyebab. Ada kesimpangsiuran dan kekeliruan memahami data. Juga, ada ketidakpercayaan dan politisasi. Semua faktor menyatu sehingga masalahnya jadi kompleks. Data produksi, misalnya, dari dulu tak ada perbedaan. Sumbernya sama, Badan Pusat Statistik (BPS).
BPS mendapatkan data itu dari mantri pertanian dan mantri statistik. Mantri pertanian bertanggung jawab melaporkan areal yang ditanami tahun itu, mantri statistik melakukan sampling dan menghitung produktivitas; lalu dievaluasi per kuartal dan lahirlah angka ramalan.
Dalam rapat dengan Wakil Presiden, Departemen Pertanian menyatakan surplus beras 2-3 juta ton, sebaliknya BPS dan Bulog menyatakan defisit?
Yang sering diperdebatkan itu data konsumsi. Itu pun belakangan terjadi pada Juni 2005, saat kita mau memutuskan impor atau tidak. Biasanya, kami melakukan evaluasi tiap enam bulan, yakni pada Desember dan Juni. Pada Juni 2005,…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…