Sinta Obong: Sebuah Tafsir
Edisi: 32/34 / Tanggal : 2005-10-09 / Halaman : 65 / Rubrik : LAY / Penulis : Suyono, Seno Joko , ,
DARI tangan Garin Nugroho, tafsir tentang Sinta menjadi terbuka. Syahdan, hujan tumpah-ruah ke bumi. Saat itu Rahwana menyusup ke kamar Rama untuk mencumbu Sinta. Tapi Rama kembali, lalu Rahwana bersembunyi dalam sarung Sinta. Adegan bertigaantara Miroto (yang memerankan Rama), Artika (memerankan Sinta), dan Eko Supriyanto (Rahwana)menjadi sebuah adegan yang sungguh sensual. Miroto menari, menyusuri, mencumbu Artika dari atas menuju belahan dadanya, sementara Eko bergolak di dalam sarung Artika.
Bersama lima sineas ltainnya, Garin Nugroho ditunjuk sutradara terkemuka Peter Sellar untuk memenuhi undangan 250 tahun Mozart di Austria 2006. Lima sineas lainnya itu adalah Tsai Mi Liang (Taiwan), Apichatpong Weerasethakul (Thailand), Mohammad Saleh Haroun (Afrika), Bahman Ghobadi (Iran), dan Paz Encina (Paraguay). Mereka semua dipersilakan membuat film berdasar tema karya-karya terakhir Mozart: The Magic Flute, La Clamenza, dan Requiem. Garin memilih tema requiem dengan mengangkat kisah Sinta Obong, sebuah bagian dari kisah Ramayana, yang dikenal di Asia tentang pembuktian kesucian yang berakhir tragis.
Proses syuting ini menarik karena Garin mengusung sesuatu yang tidak konvensional. Ia menonjolkan kebimbangan, hasrat sensualitas Sinta di antara Rama yang posesif dan Rahwana yang agresif. Kegoyahan itu sendiri bagi Garin tampaknya kudus. Adegan akan silih berganti antara adegan sehari-hari dan koreografi. Rama, yang diperankan penari Miroto, dalam kisah ini sehari-harinya adalah perajin gerabah. Sementara Rahwana, yang diperankan penari Eko Supriyanto, adalah preman penjual daging.
Syuting selama 16 hari di Solo dan Yogya itu lebih seperti sebuah koreografi besar yang melibatkan penari, baik tari alusan klasik maupun tari rakyat, yang jumlahnya ratusan orang. Mereka semua terdiri dari penari, koreografer, dan perupa yang sebagian besar tak pernah terlibat dalam film. Itulah sebabnya, proyek besar ini menarik diangkat karena Garin mengajak serombongan perupa terkemuka di negeri ini: Sunaryo, Nindityo, Agus Suwage, Tita Rubi, S. Tedy, Hendro Suseno, dan Entang Wiharso. Mereka semua diminta membuat simbol-simbol pada beberapa adegan.
Hadirnya para koreografer dan perupa ini membuat proses syuting ini menjadi seperti sebuah pesta seni tersendiri. Hari pertama syuting di kebun kelapa sebelah barat pabrik Madukismo, perupa Nindityo membuat tumpukan-tumpukan sabut kelapa membentuk lingkaran spiral. Ini adalah labirin yang dibuat untuk adegan menjaga Sinta. Sintayang diperankan Artika Sari Devi, mantan Putri Indonesiadengan beras di dahi masuk ke dalam.
Tampak Sinta gelisah, berhasrat keluar, tapi terbendung. Tanpa daya , tanpa tanja.. terdengar bunyi tembang. Artika lungkrah, terkulai di tumpukan sabut. Rahwana bersembunyi dalam kukusan (kerucut bambu), berusaha mendekatinya. Kukusan dengan klintingan itu seperti bergerak, bersuara sendiri. Rekaman diambil dari atas untuk memperlihatkan kukusan itu memutar-mutar mengelilingi Artika. Susah juga mengambil instalasi. Saya baru pertama kali ini, kata Garin.
Di tangan Garin, Sinta tak lepas dari perempuan yang memiliki berahi yang tak tertahankan. Berahi itu disimbolisasi sepanjang film dalam adegan Sinta tergoda kain merah yang dijahit oleh Sukesi, ibu Rahwana. Inilah adegan yang bakal membuat film…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Saat Perempuan Tak Berdaya
2007-12-16Tidak ada senyum, apalagi keceriaan. tidak ada pula musik yang terdengar di film ini. dari…
Perjamuan Da Vinci
2006-05-28Bermula dari novel, lalu bermetamorfosis ke dalam film. di kedua bentuk itu, the da vinci…
YANG KONTROVERSIAL
2006-05-28Dan brown mengemukakan teori bahwa yesus mempercayai maria magdalena sebagai pemangku ajaran kristiani yang utama,…