Idul Fitri

Edisi: 04/24 / Tanggal : 1994-03-26 / Halaman : 69 / Rubrik : KL / Penulis : NAJIB, EMHA AINUN


KETIKA malam naik dan suara takbir melangkahkan kaki gaibnya dari pulau ke pulau, dari negeri ke negeri, Kiai Sudrun muncul di tempat persemayaman terakhirnya, di sebuah kampung di Kota Bangil, Jawa Timur.

Saya sedang khusyuk menikmati pawai takbir dan oncor. Musik ubudiah cinta Bimbo dengan puluhan wanita penyanyi yang cantik manis shalihah sampai di puncak isyik-nya. Tuhan dipestakan besar-besaran di Jakarta dan Surabaya. Beribu gendang dan terbang, beribu gerak dan keindahan.

Tiba-tiba Kiai Sudrun meraih tengkuk saya, mencampakkan badan saya ke sisinya, lalu menangis bagaikan anak-anak yang mainan plembungan-nya meletus. Saya tahu ia menunggu pertanyaan saya: "Kenapa Kiai menangis malam-malam begini?"

Tapi saya tak bertanya. Ia, kemudian, menjawab pertanyaan yang dibayangkannya sendiri: "Karena Kekasihku tak mungkin menangis, akulah yang menangis."

Lo, apakah Tuhan merasa terharu mendengarkan hamba-hambanya di seantero bumi mengagung-agungkan nama-Nya?

"Goblok! Aku baru datang berkeliling. Jakarta. Surabaya. Studio televisi. Panggung-panggung. Aku menyangka Kekasihku adalah Mahalakon Utama di tempat-tempat itu. Semula aku memang menemukan-Nya di sana,…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

O
OPEC, Produksi dan Harga Minyak
1994-05-14

Pertemuan anggota opec telah berakhir. keputusannya: memberlakukan kembali kuota produksi sebesar 24,53 juta barel per…

K
Kekerasan Polisi
1994-05-14

Beberapa tindak kekerasan yang dilakukan anggota polisi perlu dicermati. terutama mengenai pembinaan sumber daya manusia…

B
Bicaralah tentang Kebenaran
1994-04-16

Kasus restitusi pajak di surabaya bermula dari rasa curiga jaksa tentang suap menyuap antara hakim…