Emas Di Hari Tua
Edisi: 32/34 / Tanggal : 2005-10-09 / Halaman : 122 / Rubrik : LIPSUS / Penulis : Idayanie, L.N. , Kalim, Nurdin ,
Ia Djoko Pekik, satu di antara lima pelukis nasional Lekra. Setara dengan nama-nama besar Amrus Natalsya, Sanusi, Basuki Reksobowo dan Wen Peor. Sebelum lulus Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) pada 1962, ia masuk Lekra.
Ketika sebagian rekannya sesama anggota Lekra harus mengalami bermacam siksaan, lantas harus angkat kaki ke Pulau Buru, ia mendapat perlakuan khusus. Sepanjang 19651972, Djoko Pekik ditahan di Benteng Vredenburg, Yogyakarta. Kepada penguasa militer wilayah Yogya dan Kedu, Bung Karno berpesan: jangan sampai ada satu seniman Yogya pun yang berkurang.
Djoko Pekik bebas keluar-masuk penjarasepanjang ia lapor. Bahkan dua tahun sebelum masa tahanannya habis, ia menikahi gadis belia, anak seorang penjahit, Christina Tini Purwaningsih. Memang, tidak banyak tekanan politik yang dialaminya, tapi hidup pasangan baru ini sulit. Anak mereka yang pertama, Gogor, lahir ketika mereka hidup di sebuah kamar berdinding gedek di Wirobrajan, Yogyakarta, tak jauh dari kampus ASRI. Waktu itu para pemuda kampung ramai membunyikan mercon sehingga si kecil Gogor tak bisa tidur.
Keluarga Djoko Pekik hidup dari menjahit. Kalau tidak ada orang menjahitkan, ya tidak makan, tuturnya. Lima belas tahun ia menjahit tanpa meninggalkan minat utamanya: melukis. Medianya seadanya, kain-kain bekas dijadikan kanvas. Catnya, minta sisa-sisa Rembrantnya Affandi. Sampai suatu hari, ia ikut Biennale 1989 di Taman…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Merebut Kembali Tanah Leluhur
2007-11-04Jika pemilihan presiden dilakukan sekarang, megawati soekarnoputri akan mengalahkan susilo bambang yudhoyono di kota blitar.…
Dulu 8, Sekarang 5
2007-11-04Pada tahun pertama pemerintahan, publik memberi acungan jempol untuk kinerja presiden susilo bambang yudhoyono. menurut…
Sirkus Kepresidenan 2009
2007-11-04Pagi-pagi sekali, sebelum matahari terbit, email membawa informasi dari kakak saya. dia biasa menyampaikan bahan…