Alwi Shihab: ”mereka Mau Uang, Bukan Jembatan”

Edisi: 31/34 / Tanggal : 2005-10-02 / Halaman : 44 / Rubrik : WAW / Penulis : Agustina, Widiarsi , Parera, Philipus ,


HIDUP Alwi Shihab, 59 tahun, kini bergerak dari satu titik ke titik yang lain. Jadwalnya teramat padat. Waktu terasa berjalan lebih cepat baginya. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat ini memang tengah dikejar tenggat. Sebagai ketua tim pengawasan pencairan dana kompensasi kenaikan bahan bakar minyak (BBM), serenceng agenda mesti diselesaikan. Sungguh, beban pekerjaan yang tak bisa dibilang enteng.

Tersedia dana sebesar Rp 4,6 triliun dari pemerintah sebagai kompensasi kenaikan harga BBM. Dana itu mesti bisa diterima tepat dan merata oleh 15,5 juta keluarga miskin pada tiga bulan pertama. Perinciannya, setiap keluarga miskin menerima Rp 100 ribu per bulan. Uang itu bisa diterima dengan menukarkan kartu tanda miskin.

Bukan hanya urusan BBM yang membikin Alwi penat belakangan ini. Perkara lain yang juga menguras konsentrasinya adalah kasus anggaran dana pascabencana yang belum tuntas dibahas DPR. Selain itu, Alwi juga mesti menghadapi konflik internal Partai Kebangkitan Bangsa.

Bagaimana Alwi mengelola semua itu? Di sela-sela waktunya yang padat, Kamis petang pekan lalu, dia menyempatkan diri menerima Widiarsi Agustina, Philipus Parera, dan fotografer Bernard Chaniago dari Tempo untuk sebuah wawancara khusus di kantornya, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Berikut petikannya.

Pemerintah memastikan keluarga miskin akan menerima dana kompensasi BBM secara tunai. Bagaimana kejelasannya?

Prinsipnya, kami ingin masyarakat miskin tidak terbebani kenaikan BBM. Tentu saja, semua orang sudah tahu bahwa argumentasi pemerintah menaikkan harga BBM adalah adanya kenaikan harga BBM di dunia. Para pengamat yang obyektif akan melihat kenaikan harga BBM di dunia itu suatu keniscayaan. Di mana-mana naik, dan di mana-mana ada demonstrasi karena semua orang tidak puas.

Masalahnya, kondisi keuangan kita saat ini sangat sulit kalau tetap membayar harga minyak dengan nilai hampir US$ 70 per barel. Apa boleh buat, subsidi harus ditekan agar bisa menggunakan dana itu untuk pembangunan. Nah, agar rakyat miskin tidak terbebani dengan pencabutan subsidi, kami memberikan dana subsidi sebagai kompensasi. Di negara lain, sebenarnya, tidak dibarengi dengan subsidi begini. Taruhlah Yaman—ada kenaikan hampir 100 persen, ada demonstrasi dua hari soal kenaikan BBM.

Seberapa jauh rencana itu disosialisasi?

Rabu kemarin saya baru pulang dari Bali dan bertemu dengan masyarakat di sebuah desa terpencil yang desanya mendapat bantuan infrastruktur. Dalam pertemuan itu, saya bertanya: ”Bu, ini ada kelebihan uang. Ibu mau ini jalan diaspal, dibikin jembatan, atau ibu mau pemerintah memberikan uang untuk ditabung dan nombokin beli minyak tanah? Yang mau dibangunkan jembatan angkat tangan!” Eh, tak satu pun yang mau jembatan. Semuanya bilang mau uang, bukan jembatan.

Apa alasan sebenarnya dana kompensasi diberikan secara tunai?

Supaya mereka bisa merasakan kalau harga minyak…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…