Jusuf Kalla: Semua Mengakui Ada Keterlambatan
Edisi: 44/34 / Tanggal : 2006-01-01 / Halaman : 180 / Rubrik : WAW / Penulis : Harymurti, Bambang, Wijanarko, Tulus , Dharmasaputra, Metta
SUATU pagi pada 2004, empat hari menjelang pergantian tahun. Bumi Nanggroe Aceh Darussalam seakan berhenti. Badai yang datang sesudah gempa mengguncang Tanah Rencong dengan 8,9 skala Richter menghabiskan apa saja. Banda Aceh, Meulaboh, Pidie, Aceh Utara, Aceh Timur, dan kawasan pantai lain di ujung Sumatera, hingga belahan dunia lain, rata dengan tanah. Ribuan mayat terserak di mana-mana.
Kabar bencana itu menyentak pucuk pimpinan Republik. Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang sedang berangkat menghadiri acara halal bihalal warga Aceh di Jakarta, terhenyak di kursi mobil. Nun jauh di Nabire, Papua, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima pesan pendek serupa.
Di Jakarta, Kalla bergegas. Dua menteri, beberapa tetua Aceh, serta sejumlah kader Golkar, diperintah terbang ke lokasi. Menjelang tengah malam, sembilan menteri yang tertinggal di Jakarta ditarik ke rumah. Rapat kilat digelar, rencana penanganan bencana disusun. Subuh, Kalla akan menyusul Presiden terbang ke Aceh.
Sebagai wakil presiden yang juga Ketua Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (Bakornas PBP), Kalla bergerak cepat. Segala daya dikerahkan, hingga April 2005 Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh terbentuk. Badan yang dipimpin mantan Menteri Pertambangan Kuntoro Mangkusubroto ini memiliki tanggung jawab membangun kembali Aceh.
Di sela-sela kesibukannya, pada Rabu dan Jumat dua pekan lalu, Kalla mengungkapkan penilaiannya tentang kondisi Aceh dan masa depan wilayah itu kepada wartawan Tempo Bambang Harymurti, Tulus Widjanarko, Metta Dharmasaputra, Nezar Patria, Wensesslaus Manggut, Widiarsi Agustina, dan Tomy Aryanto.
Menurut Anda, kemajuan apa yang terpenting dari Aceh selama setahun?
Banyak, yang paling maju soal keamanan, lalu pembangunan. Paling banyak ya perdamaian.
Soal pemulihan kondisi pasca-tsunami, menurut Anda, sektor mana saja di Aceh yang susah sekali digerakkan?
Soal pembangunan rumah. Karena dibutuhkan banyak rumah dan dalam waktu segera, jadi ada beberapa komponen dalam membangun sesuatu. Misalnya dana, lahan, logistik, dan pekerjanya.
Soal dana tak jadi soal, lebih malah. Yang sulit kan soal lahan. Mereka mau kembali, tapi surat-suratnya bermasalah. Lalu soal logistik. Tak mungkin membangun 100 ribu rumahâkatakanlah tahun depan 70 ribuâdengan model konvensional, harus industri perumahan, fabrikasi. Karena itu, harus melibatkan industri komponen, bagian per bagian, tidak semua. Terakhir tenaga kerja. Ini juga harus didatangkan dari luar.
Estimasi Anda, berapa lama pemulihan Aceh ini akan berlangsung?
Kira-kira empat tahun. Tahun 2006 adalah tahun kedua. Pada 2006, kita akan membangun 70 ribu rumah. Tahun ini hitungannya telat karena masih banyak pengungsi yang tinggal di tenda. Mestinya akhir tahun ini sudah tidak ada lagi. Terpaksa, kami undur enam bulan lagi.
Anda puas dengan pekerjaan BRR?
Secara kualitas ya, tapi kecepatannya kurang.…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…