Abdul Hakim Garuda Nusantara: "pengaruh Militer Terasa Di Pengadilan Hak Asasi"
Edisi: 27/33 / Tanggal : 2004-09-05 / Halaman : 55 / Rubrik : WAW / Penulis : , ,
AROMA kematian itu seakan masih tercium. Di Tanjung Priok, 20 tahun silam, peristiwa berdarah itu pecah. Dan Abdul Hakim Garuda Nusantara, seorang pemuda aktivis hak asasi yang bekerja paruh waktu di Lembaga Bantuan Hukum (LBH), juga mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, tak bisa melupakannya. Bahkan hingga ia menduduki posisi Ketua Komnas HAM sekarang ini.
"Jelas, ada pelanggaran hak asasi berat dalam Kasus Tanjung Priok," tutur Abdul Hakim. Dengan lantang pula, Abdul Hakim menyebut L.B. Moerdani (bekas Menteri Pertahanan-Keamanan/Panglima ABRI) dan Try Sutrisno (bekas Panglima Kodam Jaya) sebagai pejabat yang harus "bertanggung jawab" atas tragedi yang menewaskan puluhan demonstran itu. (Abdul Qadir Djaelani, salah seorang terpidana Kasus Tanjung Priok, kepada TEMPO menyebut korban jiwa mencapai 300 orang).
Kini, Abdul Hakim kecewa. Pengadilan hak asasi ad hoc di Jakarta dua pekan lalu memvonis bebas Danjen Kopassus Mayjen Sriyanto. Padahal Sriyantolah yang memimpin satu peleton pasukan Arhanud yang menembaki para demonstran Tanjung Priok. Ketika itu Sriyanto, yang masih berpangkat kapten, menjadi Kepala Seksi Operasi Kodim Jakarta Utara. Pengadilan hak asasi juga membebaskan Mayjen (Purn.) Pranowo, yang saat itu menjadi Komandan POM Jakarta. Padahal, kata Abdul Hakim, "Bukti-bukti kuat mengarah terjadi penyiksaan oleh POM."
Untuk mengungkap sikap Abdul Hakim, yang kini menjadi Ketua Komnas HAM, soal pengadilan hak asasi ad hoc dan pelbagai kasus pelanggaran hak asasi di Indonesia, wartawan TEMPO Setiyardi dua pekan lalu mewawancarainya. Selama dua jam wawancara, Abdul Hakim menjawab semua pertanyaan dengan "pelan dan hati-hati". Berikut kutipannya.
Majelis hakim pengadilan hak asasi ad hoc Tanjung Priok membebaskan para jenderal yang menjadi terdakwa. Bagaimana Anda memandang ini?
Memang Mayjen Pranowo dan Mayjen Sriyanto dibebaskan. Sa-lah satu pertimbangan majelis hakim, sudah ada islah (perdamaian--Red.) antara pelaku dan korban kasus Tanjung Priok. Padahal hal ini tidak benar. Dalam kaidah hukum nasional, islah tidak bisa menghapus tuntutan pidana. Saya sudah minta jaksa untuk kasasi. Kita tunggu karena mereka sudah mengajukan kasasi.
Bukankah proses islah bisa menjadi pertimbangan hukum?
Islah memang bisa jadi pertimbangan yang mengurangi hukuman. Tapi sama sekali tidak bisa membebaskan dari tuntutan hukum. Makanya, saat beberapa saksi mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) karena ada islah, itu sama sekali tak betul. Pencabutan berita acara itu harus dikesampingkan hakim. BAP harus tetap dipakai. Seharusnya, hakim menyelidiki lebih jauh mengapa saksi korban mencabut berita acara. Apakah karena disiksa, ditekan, atau diberi uang?
Anda kecewa dengan keputusan pengadilan?
Saya tak bisa menjawab dengan mengungkap perasaan pribadi. Yang pasti, pengadilan hak asasi ad hoc Tanjung Priok dibuat atas kesepahaman antara Komnas HAM,…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…