Singgasana Kosong, Baba, Dan Valentine

Edisi: 52/31 / Tanggal : 2003-03-02 / Halaman : 80 / Rubrik : SEL / Penulis : Suyono, Seno Joko , W.S., Endah, Mustika, I Made

OOm
Bhur bhuva swaha
(bumi, langit, surga)

Tat savithur varenyam
(bahwa cahaya Tuhan yang kami puja)

Bhargo devasvah dhimahi
(hambamu merenungkan kemuliaanmu)

Dhiyo vonah pracho dayat
(bantulah hambamu, terangkan pikiran hambamu)

MANTRA berbahasa Sanskerta itu berdengung-dengung. Sekitar 200-an jemaah membacakannya bait per bait. Setelah doa-doa utama selesai, berbagai nyanyian rohani meluncur dari kaset. Para jemaah mengikutinya dengan tepuk tangan.

Dari luar, gedung tua dekat Gandhi School di bilangan Pasar Baru, Jakarta, itu sehari-hari tidak seperti tempat kebaktian. Terasnya lengang. Hanya ada pintu besi di samping bangunan yang bertuliskan "Sri Sathya Sai Mundir". Tapi, tiga kali dalam seminggu, tiap Selasa, Kamis, dan Minggu malam, tempat itu sesak oleh para penghayat Sai Baba.

Begitu masuk pintu, kita dijemput sebuah lorong panjang. Di kanan-kiri dinding tertempel foto-foto Sai Baba dengan rambut kribo. Bahkan foto ada yang digantung dari langit-langit. Para jemaah menyusuri lorong sembari tak lupa mengusap foto Baba, lalu mencium tangannya sendiri. Ketika TEMPO berkunjung pas sehari sebelum Valentine, banyak tertempel foto Baba berbentuk hati dengan pernik-pernik merah jambu di dinding. Agaknya memang ada hubungan antara Sai Baba dan hari Valentine.

Lorong itu berujung sebuah ruang gelap. Bau dupa segera menyengat. Para penghayat itu duduk di lantai berlapis karpet. Perempuan di sebelah kiri, laki-laki sebelah kanan, tidak boleh bercampur. Ada sebuah altar yang…

Keywords: -

---

Foto Terkait