Cap Go Meh, Glodok, Dan 'tangsin'

Edisi: 52/31 / Tanggal : 2003-03-02 / Halaman : 96 / Rubrik : SN / Penulis : Suyono, Seno Joko , Cahyani, Dewi Rina,


"Ma, itu dewa apa?"

DI antara ribuan penonton yang berdesak-desakan di sekitar Museum Fatahillah, pada arak-arakan Cap Go Meh minggu lalu, gadis kecil bermata sipit itu bertanya kepada ibunya.

Jarinya menunjuk seorang laki-laki bertelanjang dada, bercelemek merah, yang bersama patung-patung suci ditandu puluhan laki-laki. Laki-laki itu menyayat lidahnya dengan pedang. Lalu mengayun-ayunkan pedangnya ke muka seolah-olah menebas rintangan jalan

Para lelaki itu dalam bahasa Cina disebut "tangsin", yang artinya badan kasar tempat bersemayamnya roh para dewa. Ada kepercayaan di kalangan Tionghoa bahwa para dewa yang memberi rezeki berlimpah, kesejahteraan, kebahagiaan hidup seperti Nacha (dewa rezeki), Seng Kong (dewa pengusir ilmu jahat), dan Kwan Kong (dewa kesetiaan) dapat dimediumkan pada tubuh seseorang.

"Jangan berebut, jangan berebut. Semua dapat," teriak para ceng (suhu) ketika para tangsin itu membagikan azimat di atas kertas yang ditulis dengan darah…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

A
Ada Keramaian Seni, Jangan Bingung
1994-04-23

Seminggu penuh sejumlah seniman menyuguhkan berbagai hal, bertolak dari seni pertunjukan, musik, dan seni rupa.…

M
Mempertahankan Perang Tanding
1994-06-25

Reog khas ponorogo bisa bertahan, antara lain, berkat festival yang menginjak tahun ke-10. tapi, di…

R
Reog Tak Lagi Menyindir
1994-06-25

Asal asul adanya reog ponorogo untuk memperingati perang tanding antara klanasewandono dengan singabarong.