Armada Hitam Melibas Panen

Edisi: 24/33 / Tanggal : 2004-08-15 / Halaman : 102 / Rubrik : EB / Penulis : Dewanto, Nugroho , Kamil, Taufik , Rosyid, Imron

Harga beras dan gabah anjlok. Masuk lewat pelabuhan rakyat, dioplos kemasan lokal.

HAMPARAN sawah di Desa Krasak, Boyolali, Jawa Tengah itu menghitam karena baru saja dibajak. Airnya berkilat-kilat dibilas sinar matahari. Begitu pula tubuh liat para petani, basah berpeluh. Kesetiaan menggarap sawah tak beranjak kendati mereka baru saja menelan pil pahit.

Coba saja: pas saatnya panen gadu, beberapa pekan lalu, harga gabah justru anjlok. Sekilo gabah kering hasil panen di tanah Jawa bagian selatan itu cuma dihargai Rp 700. Tak lebih dari harga sebatang rokok kretek. Tahun lalu masih laku Rp 1.700. Bahkan pemerintah mematok harga Rp 1.100 per kilogram.

Saking rendahnya harga gabah, banyak petani terpaksa menjual hasil panen dengan cara tebasan. Padi dibeli para tengkulak sedari masih belum menguning. Dengan cara itu, petani tak perlu mengeluarkan biaya memanen dan mengeringkan gabah. "Kami didesak kebutuhan," kata Jadi, petani Krasak.

Jadi dan jutaan petani lain memang tak punya banyak pilihan. Rumah tangga perlu duit. Belum lagi menyongsong tahun ajaran baru: anak-anak harus masuk sekolah. Mereka juga khawatir, jika mesti menunggu panen, harga bukannya naik tapi malah terjun bebas.

Jadi berbagi nasib dengan Duriyat. Gabah kering milik petani di Juntinyuat, Indramayu, Jawa Barat itu cuma dihargai Rp 800 per kilogram. Itu pun tak gampang mencari pembeli. "Sudah sebulan ini Dolog tak mau membeli gabah petani," ujarnya kepada Ivansyah dari TEMPO.

Musim panen yang hambar…

Keywords: -

---

Foto Terkait