Kaum Marginal Dan Legenda Muspani

Edisi: 12/34 / Tanggal : 2005-05-22 / Halaman : 74 / Rubrik : DMS / Penulis : Yulianto, Otto Adi , ,

AWAL Maret 2005, pemerintah memberlakukan kenaikan harga bahan bakar minyak. Maka, efek kenaikan harga tiba-tiba menjalar secepat minyak tersulut api: harga bahan bakar minyak yang naik membikin harga kebutuhan pokok naik, ongkos transportasi naik, biaya hidup naik, dan seterusnya. Yang paling merasakan sengsara dari kenaikan harga ini sudah tentu kaum tak berpunya, terutama dari komunitas buruh, petani, nelayan, serta kaum miskin kota.

Dan kita tiba-tiba mengingat kembali bahwa banyak peraturan, termasuk undang-undang di negeri ini, yang tak berpihak pada kalangan lemah ekonomi di atas. Bahkan undang-undang yang menyangkut kelompok marginal sendiri tak berpihak pada mereka. Umpama, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Isinya memangkas hak-hak buruh dalam bekerja (rights in work) dan keamanan kerja (job security) dengan mengesahkan sistem kerja outsourcing berulang-ulang. Undang-undang ini juga mengebiri hak mogok serikat buruh.

Contoh lain? Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Intinya, memberi kewenangan berlebih (excessive authority) kepada pemerintah dalam mengatur izin bagi petani untuk menggunakan sumber daya air bagi usaha pertanian atau perikanan.

Sudah menjadi pemahaman umum, posisi dan kapasitas ekonomi maupun politik dari buruh, petani, nelayan, serta kaum miskin kota masih marginal. Dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam politik, mereka lebih sering menjadi obyek ketimbang subyek. Padahal jumlah mereka relatif besar, bisa bertambah dari hari ke hari. Bila dihitung secara statistik, jumlahnya bisa…

Keywords: -

---

Foto Terkait