Agus Dwikarna : "saya Tidak Punya Sejarah Kekerasan"

Edisi: 44/31 / Tanggal : 2003-01-05 / Halaman : 60 / Rubrik : WAW / Penulis : Prabandari, Purwani D., ,


SEPULUH bulan sudah Agus Dwikarna mendekam di penjara negara Metro Manila, Filipina. Bisa jadi, pengalaman dihukum bui di negeri orang itu masih harus dijalaninya bertahun-tahun lagi. Pada 17 Juli 2002, Hakim Henrick F. Gingoyon dari pengadilan wilayah Kota Pasai, Manila, memutuskan hukuman 10-17 tahun penjara bagi Agus. Tuduhannya, memiliki bahan peledak.

Agus Dwikarna, 38 tahun, dibekap petugas di Bandara Ninoy Aquino, Manila, pada Maret silam bersama kedua rekannya, Tamsil Linrung dan Abdul Jamal Balfas. Ketiga pengusaha Makassar ini tengah melakukan perjalanan bisnis ke Singapura dan Bangkok. Tapi lain lagi pendapat petugas sinar X yang memeriksa isi koper mereka. Tiga orang ini, menurut para petugas, menenteng barang-barang "berbau teroris" dalam koper mereka: bahan peledak C4 dan aneka peralatan untuk mendukung peledakan.

Julukan teroris kontan dilekatkan pada mereka. "Mereka anggota Jamaah Islamiyah," kata Senior Superintendent Jaime Caringal dari Manila. Pimpinan grup antiteroris Sanglahi itu mengatakan tiga saudagar asal Makassar ini juga punya hubungan dengan Fathur Rohman al-Ghozi, yang ditangkap aparat keamanan Filipina—dengan tuduhan serupa—pada Januari 2002. Mengutip keterangan polisi Manila, koran-koran setempat segera memberitakan bahwa tiga saudagar asal Makassar di atas punya kaitan dengan jaringan Al-Qaidah.

Malang bagi Agus. Dalam pemeriksaan selanjutnya dia dianggap yang paling "cocok" untuk masuk bui selama 10-17 tahun. Sedangkan dua rekannya dibebaskan dan dipersilakan kembali ke Indonesia. Kepada TEMPO Agus menyangkal semuanya: "Jahat sekali semua tuduhan itu. Saya tidak pernah melakukannya." Kini dia tengah mengupayakan banding. Bagi Agus, dia sama tidak bersalahnya dengan Tamsil Linrung dan Abdul Jamal Balfas. Tapi jadwal bandingnya di Mahkamah Tinggi Filipina belum juga turun. Usai peledakan bom di Bali pada 12 Oktober silam, jadwal itu tampaknya kian tak jelas.

Setelah penangkapan Agus, memang terjadi beruntun peristiwa di Tanah Air yang "terkait" dengan nama Agus Dwikarna. Penangkapan Umar al-Faruq, pada akhir Juni, memunculkan pengakuan—menurut versi majalah Time dan intelijen Indonesia—bahwa Agus merupakan bagian dari jaringan Jamaah Islamiyah (JI). Bahkan, menurut informasi dari Badan Intelijen Negara (BIN), tertangkapnya Al-Faruq adalah "berkat" Agus, yaitu dari pelacakan sambungan telepon seluler Agus yang beberapa kali menghubungi sebuah nomor di Bogor.

Agus juga yang disebut-sebut telah membantu Al Faruq ketika Faruq bermasalah dengan imigrasi di Sulawesi Selatan pada 1999. Masih ada beberapa "catatan hitam" dari laporan intelijen Singapura dan Malaysia yang makin menggelapkan citra pengusaha dari Makassar ini. Antara lain, kesaksian Faiz Abu Bakar Bafana, orang Malaysia yang kini ditahan pemerintah Malaysia atas tuduhan sebagai anggota kelompok militan. Menurut Faiz, Agus beberapa kali ikut pertemuan Rabitatul Mujahidin di Malaysia bersama Abu Bakar Ba'asyir, Hambali alias Ridwan Ishamudin, Teuku Idris (Aceh), Abu Hurairah (MILF), dan Nik Adli (anak Nik Aziz—pimpinan PAS), serta Abdul…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…