K.h. Hasyim Muzadi: "saya Tak Perlu Restu Gus Dur"

Edisi: 12/33 / Tanggal : 2004-05-23 / Halaman : 43 / Rubrik : WAW / Penulis : , ,


K.H. Hasyim Muzadi, 60 tahun, bak sebuah magnet besar. Puluhan kiai dan pengurus Nahdlatul Ulama mulai merapat ke Hasyim. Maklum, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini pekan lalu resmi mendaftar sebagai peserta pemilu presiden/wakil presiden. Hasyim menjadi calon wakil presiden dari Megawati Soekarnoputri--duet yang diduga berpeluang lolos dalam putaran pertama pemilu presiden.

Selesai mendaftar di Komisi Pemilihan Umum, Hasyim bergerak cepat. Di rumahnya, di kawasan elite Dukuh Patra Kuningan, Jakarta, puluhan tamu terus berdatangan. Ada yang memberi dukungan, ada juga yang memberi saran dan strategi. Semua ditanggapi Hasyim dengan serius. K.H. Said Aqil Siradj (Rais Syuriah PBNU) dan K.H. Noer Iskandar S.Q. (pengasuh Pesantren As-Shiddiqiyah, Jakarta) terlihat aktif menggalang kekuatan. Berkali-kali Said Aqil, misalnya, memberikan telepon genggamnya kepada Hasyim. "Ini SMS dukungan dari daerah-daerah," ujar Said Aqil kepada Hasyim. Hasyim mengambil kacamata dan membaca beberapa pesan singkat itu. Sejurus, ia pun tertawa renyah.

Muthomimah, sang istri, seperti tak mau ketinggalan. Ia ikut repot membantu semua aktivitas Hasyim. Urusan makanan, misalnya, diurus Muthomimah dengan cermat dan takzim. Dari es kelapa muda, tahu dan tempe goreng, telur asin, hingga opor ayam panas tersaji di meja makan. Semua tamu yang datang "ia paksa" menikmati jamuan di meja makan.

Apakah semua ingar-bingar itu strategi Hasyim meraih kursi RI-2? Bagaimana peluangnya dalam pemilu presiden 5 Juli 2004 mendatang? Dan mengapa ia tak berdamai dengan Gus Dur? Untuk menjawab pertanyaan itu, wartawan TEMPO Setiyardi pekan lalu mewawancarai Hasyim Muzadi. Berikut kutipannya.

Mengapa akhirnya Anda maju dalam pemilu presiden/wakil presiden mendatang?

Saya ingin lapisan bawah masyarakat menyatukan simbol NU dan PDI Perjuangan. Hal ini untuk melanjutkan reformasi yang mandek di tengah jalan. Kalau reformasi bisa jalan lagi, akan terjadi penguatan civil society.

Tapi, mengapa memilih Mega? Bukankah banyak kiai NU yang menentang presiden perempuan?

Harus diingat, tidak ada satu pun calon presiden yang sempurna. Semua punya kelemahan. Kelemahan utama Megawati memang karena ia seorang perempuan. Perempuan di kalangan ulama nahdliyin yang salaf tak diterima sebagai presiden.

Tapi saya yakin, presiden tak sama dengan seorang sultan yang memiliki kewenangan tak terbatas. Reformasi membuat kekuasaan presiden jadi terbatas. Jadi, bagi saya, tak masalah bila kita memiliki presiden perempuan. Apalagi hal ini demi kemaslahatan umat.

Anda berani menentang sikap ulama salaf?

Saya tak menentang. Perbedaan pendapat adalah rahmat. Di Quran, memang ada dalil arrijalu qawwamun `alanissa (laki-laki itu pemimpin perempuan). Selain itu, ada juga hadis yang bilang "tidak berbahagia sebuah kaum bila dipimpin oleh perempuan". Tapi, Quran dan Hadis masih berupa aksioma. Orang NU memakai fiqh sebagai hukum positif. Nah, di tingkat fiqh ini masih terjadi perdebatan. Saya memakai fiqh yang menerima perempuan sebagai presiden.

Ada yang bilang Anda oportunis dan hanya mendahulukan kepentingan pribadi. Bagaimana?

Pilihan saya kepada Megawati bukan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…