Marsekal Tni Djoko Suyanto: Harus Ada Yang Terus Memonitor Reformasi Tni

Edisi: 32/35 / Tanggal : 2006-10-08 / Halaman : 45 / Rubrik : WAW / Penulis : , ,


MARSEKAL Djoko Suyanto sering kali menjadi yang pertama. Ia adalah Panglima Tentara Nasional Indonesia pertama dari Angkatan Udara. Ia pun orang pertama yang diuji oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebelum menempati jabatan tertinggi tentara itu. Tapi, menjadi yang pertama kadang tak mudah. Ketika dilantik pada 13 Februari 2006, banyak kalangan menyangsikan perjalanan lulusan Akademi Angkatan Udara 1973 ini bakal mulus.

Maklumlah, selain Laksamana Widodo Adi Sutjipto, Tentara selalu dipimpin jenderal Angkatan Darat. Namun, perlahan-lahan ia berusaha menepis keraguan itu. Ia, misalnya, membuka akses yang luas dalam penyelidikan kasus kepemilikan senjata gelap Brigadir Jenderal Koesmayadi, Wakil Asisten Logistik Kepala Staf Angkatan Darat yang meninggal akhir Mei lalu. Ia juga memerintahkan diadakannya survei bagi penggunaan hak pilih oleh tentara.

Selama tujuh bulan memimpin TNI, ayah dua anak ini mengaku mendapatkan dukungan penuh dari para stafnya. ”Rasanya tidak ada tanda-tanda bahwa mereka tidak happy dengan saya,” kata Djoko.

Jumat pekan lalu, Marsekal Djoko Suyanto menerima tim Tempo di ruang tamu kantornya di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur. Inilah wawancara khusus pertamanya dengan media massa sejak memimpin TNI. Didampingi Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda Sunarto, ia melayani pertanyaan-pertanyaan selama sekitar satu setengah jam. Tutur katanya halus, tak seperti ketika dia menggebuk drum bersama grup musiknya.

Setelah delapan tahun reformasi bergulir, apakah TNI sudah ideal?

Reformasi itu bukan goal, bukan sasaran yang dicapai, tapi proses. Goal-nya adalah TNI yang profesional, yang andal, yang tahu tataran kewenangannya dalam struktur ketatanegaraan, yang dekat dengan rakyatnya, dan yang bisa melaksanakan tugasnya mempertahankan kedaulatan dan keutuhan negara.

Apakah sasaran reformasi itu sudah tercapai?

Kalau kita melihat TNI di masa lalu, dari 1945 sampai 1998, 53 tahun TNI hidup dalam tatanan ketatanegaraan seperti itu: Dwi Fungsi. TNI bisa ada di mana-mana. Tapi pada saat itu, fungsi-fungsi tersebut legitimate, diperbolehkan oleh sistem. Cuma, memang pelaksanaannya eksesif dan ada dampak-dampak sampingan yang kemudian mendapat banyak sorotan. Terutama setelah ada perkembangan global seperti demokratisasi, dan hak asasi manusia. Nah apa yang terjadi dalam delapan tahun ini? TNI tidak diinginkan di parlemen, ya kami keluar, tapi tidak ada yang namanya kita demo ke mana-mana. TNI juga bukan lagi lembaga yang bisa melakukan apa pun.

Tapi…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…