Dua Tafsir Puputan

Edisi: 32/35 / Tanggal : 2006-10-08 / Halaman : 55 / Rubrik : IQR / Penulis : Suyono, Seno Joko , Hasan, Rofiqi ,


"MOKSA, moksa,” teriakan ini membahana. Lalu barisan putih-putih bergerak, pedanda memercikkan tirta suci….

Di Jalan Veteran, Denpasar, sore yang teduh tanggal 20 September itu berubah riuh. Sebuah rangkaian tari kolosal digelar di ruas jalan beraspal persis di depan Hotel Inna, Bali. Semenjak pagi, jalan sudah ditutup. Lebih dari 400 penari, mayoritas mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, ditata oleh Retno Maruti. Inilah klimaks rangkaian acara Puri Denpasar, memperingati 100 tahun Perang Puputan.

”Ini interpretasi resmi Puri,” kata A.A. Ngurah Oka, juru bicara Puri.

Parade akbar itu mengadegankan peristiwa gagah berani, 20 September 1906, kisah pasukan berani mati yang dipimpin oleh Raja Denpasar I Gusti Ngurah Made Agung. Sebuah tragedi yang diawali dengan terdamparnya kapal Sri Kumala dari Banjarmasin di Pantai Sanur, 27 Mei 1904.

Penduduk Sanur saat itu memberi pertolongan dengan membawa muatan kapal ke daratan dengan pengawasan dari pemiliknya. Namun, Belanda menuduh perbuatan itu sebagai pelaksanaan hukum Tawan Karang (hukum menyita). Raja Badung harus membayar ganti rugi 3.000 ringgit. Raja Badung menolak. Apalagi rakyat Sanur berani bersumpah di Pura bahwa mereka tidak melakukan perampasan.

Tampak beberapa penari membentuk kapal-kapalan untuk melukiskan peristiwa itu. Narator berteriak: ”Kapal itu hanya membawa terasi basi!” Lalu parade menampilkan suasana dari desa ke desa, ketika warga Badung menghadang serdadu Belanda. Keris beradu senapan. Mereka tak berdaya. Sampai akhirnya Belanda mencapai Puri Denpasar. Dan, I Gusti Ngurah Made Agung, raja yang sastrawan itu, memperlihatkan keagungan darma, tampil ke depan, memilih sampai titik darah penghabisan.

Sebuah arak-arakan yang mengesankan. Pawai itu memperlihatkan bagaimana harga diri seorang raja yang tak tunduk pada Belanda. Kisah seorang raja yang terpanggil mempertahankan prinsip, betapapun maut pilihannya, saat melihat betapa sejak Januari 1905 Belanda melakukan blokade laut di wilayah perairan Badung, mengakibatkan kerajaan rugi sampai 1.500 gulden sehari dan itu menyengsarakan rakyatnya.

Sebuah karnaval yang sering diceritakan dari kuping ke kuping, sebuah parade yang selama ini kisahnya ada dalam benak kita semenjak sekolah dasar. Puputan Badung…, perang habis-habisan di Bali yang melibatkan seluruh rakyat Bali….

***

Tapi suara lain mengagetkan datang dari sebuah seminar di Universitas Udayana. Menyambut 100 tahun Puputan, Fakultas Sastra bekerja sama dengan KITLV Jakarta menerbitkan Seabad Puputan Badung—Perspektif…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

D
Dan Sang Guru Berkata...
2004-04-18

Novel filsafat sophie's world menjadi sebuah jendela bagi dunia untuk melihat dunia imajinasi dan edukasi…

E
Enigma dalam Keluarga Glass
2010-04-11

Sesungguhnya, rangkaian cerita tentang keluarga glass adalah karya j.d. salinger yang paling superior.

T
Tapol 007: Cerita tentang Seorang Kawan
2006-05-14

pramoedya ananta toer pergi di usia 81 tahun. kita sering mendengar hidupnya yang seperti epos.…