Sebuah Perangkap Untuk Sang Aktivis
Edisi: 08/34 / Tanggal : 2005-04-24 / Halaman : 26 / Rubrik : LAPUT / Penulis : Wijanarko, Tulus
MULYANA Wira Kusumah meraih telepon genggam dan memencet sejumlah nomor. Saat itu seperti ada yang ingin ia bicarakan kepada anak lelakinya, Guevara Santayana. Mobil dinas Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang ditumpanginya melaju tenang menyusuri jalan-jalan Ibu Kota.
Malam belum larut benar, Jumat 8 April lalu. Jarum jam belum lagi menunjuk angka delapan. Dari ujung telepon, si anak mendengar suara bapaknya. Mulyana menyampaikan pesan singkat yang tak bakal dilupakan Guevara. âJaga adik-adik, jaga Teteh, dan Mama. Kamu tulang punggung keluarga sekarang,â kata Mulyana sebelum menutup telepon. Setelah itu mobil terus melaju ke tujuan utama: Hotel Ibis.
Gina Santiyanaâanak pertama Mulyana, yang menceritakan percakapan di atasâmengaku ayahnya tak mengatakan apa pun mengenai keperluannya di Hotel Ibis. Tetapi hanya selang beberapa jam kemudian seluruh anggota keluarga tahu apa yang menimpa kepala keluarga mereka di hotel tersebut.
Pada pukul 02.30 dini hari, dua petugas KPK datang ke rumah Mulyana di kawasan Condet, Jakarta Timur. âMereka mengantar surat penahanan Papa,â kata Gina. Surat itu diterima Gita Sintayana, anak keempat Mulyana. Seluruh anggota keluarga yang sebelumnya tidur sontak kaget.
Mulyana ditahan dengan tuduhan tertangkap tangan menyuap Khairiansyah Salman, seorang auditor investigasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dia dituduh melanggar Pasal (1) UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
***
HOTEL Ibis, Slipi, Jakarta, kamar 609. Sekitar pukul delapan, beberapa aparat KPK menerobos masuk dan menangkap Mulyana yang tengah menemui Khairiansyah. Petugas menemukan uang tunai Rp 50 juta plus empat lembar travelers cheque Bank Mandiri masing-masing senilai Rp 25 juta. Malam itu juga Mulyana dibawa ke kantor KPK untuk diperiksa.
Publik gempar. Pria 56 tahun itu selama ini telanjur dikenal sebagai aktivis prodemokrasi. Ia pernah menjadi Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dan menjadi pendiri Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP).
Malam itu, rencananya, Mulyana hendak menuntaskan urusan dengan Khairiansyah. Di tangannya tergenggam amplop cokelat yang berisi uang Rp 50 juta plus empat lembar travelers cheque. Dana sejumlah Rp 150 juta itu adalah âsetoranâ kedua yang akan diserahkannya ke Khairiansyah. Dalam pertemuan sebelumnya Mulyana sudah menyerahkan uang dengan jumlah yang sama. âDia yang meminta saya datang (ke Hotel Ibis) lewat sms,â kata Mulyana.
Sumber Tempo di KPK menyebutkan, di dalam kamar Mulyana meminta agar audit BPK bisa âdiarahkanâ. Kepada Tempo, Mulyana berdalih hanya meminta KPK agar memperhatikan dokumen dan fakta dalam menyusun laporan. âBaru dua menit saya menyampaikan hal itu, tiba-tiba aparat KPK datang,â kata Mulyana.
Sumber di KPK mengungkapkan,…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…