Sebuah ’password’ Untuk Makan Gratis

Edisi: 08/34 / Tanggal : 2005-04-24 / Halaman : 34 / Rubrik : LAPUT / Penulis : Anom, Andari Karina , ,


DARI dinding Penjara Salemba, pesan pendek itu meluncur. ”Pablo Escobar dari penjara memerintahkan jangan bergerak dulu.” Nadanya memang bercanda. Tapi maksudnya serius. Itulah ”petunjuk” Mulyana Wira Kusumah kepada sekumpulan aktivis lembaga swadaya masyarakat yang siap berdemo membelanya.

Banyak yang terhenyak dengan ihwal penangkapan Mulyana oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Maklum, pria 57 tahun ini dikenal sebagai salah satu aktivis demokrasi yang bersuara nyaring sejak masa Orde Baru.

Penampilannya lumayan seram. Rambut gondrong, sepatu bot, cincin batu akik di jari-jari tangan. Kadang masih ditambah gelang akar bahar. Oleh Teten Masduki dan rekan-rekannya di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), ia kerap dijuluki ”kriminolog bertampang kriminal”.

Di balik perawakannya yang sangar, Mulyana sebenarnya bertutur halus. Mukanya tenang, nada bicaranya datar tanpa emosi. Padahal kata-kata yang diluncurkannya cukup membuat penguasa ”meriang”. Pada zaman Soeharto dulu, berkali-kali ia dipanggil intel tentara.

Tahun 1994, YLBHI melansir kemungkinan Marsinah tewas di kantor Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo, Jawa Timur. Itulah pernyataan terbuka pertama tentang dugaan keterlibatan militer dalam kasus itu. Mulyana sebagai Direktur Eksekutif YLBHI dipanggil seorang jenderal di Hotel Horison, Ancol, Jakarta Utara. Tak gemetar, Mulyana malah terang-terangan menampik imbauan sang jenderal untuk menyetop kampanye aktivis buruh. ”Kami punya alasan yang obyektif untuk meneruskan kasus ini,” katanya.

Mulyana memang terbiasa dengan intimidasi. Rumahnya bahkan pernah dikepung intelijen. Ia juga pernah dituding komunis. Semasa SMA, Mul—begitu ia biasa disapa—pernah ikut kegiatan Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI), organisasi yang dekat dengan Partai Komunis Indonesia.

Tahun 1996, Mulyana bersama sejumlah aktivis mendirikan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP). Organisasi ini memproklamasikan diri menjadi pemantau pemilu rezim Soeharto.…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

W
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08

Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…

Y
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29

Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…

B
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29

Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…