Debar Kasih Sang Peziarah

Edisi: 08/34 / Tanggal : 2005-04-24 / Halaman : 140 / Rubrik : KL / Penulis : Kleden, Leo , ,

Siang itu bersama banyak musafir saya tiba di Roma kembali dari sebuah perjalanan panjang, tepat sehari sebelum Yohanes Paulus II dimakamkan. Sempat menyaksikan ribuan peziarah dari seluruh dunia yang datang dengan pesawat, kereta api, dan ratusan bus antarkota. Hotel-hotel dan rumah penginapan penuh sesak. Tak ada tempat lagi untuk arus pengunjung yang sekian dahsyat. Tapi orang-orang muda terus berdatangan dengan ransel dan sleeping bags, tidur di taman kota di alam terbuka, di bawah tenda sederhana, di gereja-gereja, di emper bangunan, di alun-alun. Mereka ingin memberi penghormatan terakhir kepada seorang peziarah yang telah mengunjungi begitu banyak negeri, mengetuk sekian banyak hati, dan mencium tanah tempatnya berpijak sebagai tanda hormat dan kasih.

”Seorang besar telah pergi,” tulis sebuah headline. Para raja, pemimpin negara, tokoh-tokoh agama, umat yang bersahaja, yang kaya dan miskin datang menghantar dan mendoakannya. Koran-koran dan media elektronik penuh dengan berita mengenai riwayat hidupnya, mulai dari Wadowice, kota kelahirannya di Polandia. Mereka menulis tentang perjuangannya, tentang karya besar dan kekurangannya, tentang pencapaian dan kegagalan, tentang sakit yang dideritanya dengan tabah di saat-saat terakhir. Tetapi di mana letak rahasia kebesaran tokoh yang satu ini?

Pertanyaan ini seakan terjawab dalam nas Injil Yohanes (21:15-19) yang dibacakan dalam Misa Requiem di piazza Basilika St. Petrus di Roma pada pagi Jumat 8 April 2005. Nas itu bercerita tentang penampakan Yesus ketiga kali sesudah kebangkitan kepada para murid di tepi Danau Tiberias. Dan Yesus bertanya kepada Simon Petrus: ”Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih daripada mereka ini?” Tiga kali Yesus bertanya…

Keywords: -

---

Foto Terkait