Dachlan Abdul Hamied: "saddam Seorang Manajer Yang Cerdas"
Edisi: 05/32 / Tanggal : 2003-04-06 / Halaman : 43 / Rubrik : WAW / Penulis : Manggut, Wenseslaus , ,
DACHLAN Abdul Hamied, Duta Besar Indonesia di Irak, merasakan sulitnya menjadi duta besar di negara segenting Irak. Dalam keadaan aman tenteram, ia kesusahan meyakinkan para taipan Indonesia bahwa Irak adalah pasar yang subur. Begitu perang di ambang pintu, ia kesulitan mengevakuasi warga Indonesia dari sana. Di samping seretnya angkutan, hambatan paling besar justru datang dari warga Indonesia sendiri. Saat situasi sedang genting-gentingnya, sejumlah mahasiswa Indonesia malah ngotot bertahan di Bagdad. Dachlan sangat khawatir, dan firasatnya amat kuat bahwa kota itu bakal dihujani bom.
Dachlan bersama sejumlah stafnya berusaha keras merayu para mahasiswa itu. Juga mendatangi petinggi kampus, tempat para mahasiswa itu belajar, guna membereskan persoalan kuliah mereka. Untungnya, para mahasiswa itu mau pindah juga.
Yang terakhir keluar dari Bagdad adalah rombongan Dachlan sendiri. Duta besar ini meninggalkan kota tersebut pukul setengah tiga sore waktu Irak, 17 Maret lalu, cuma beberapa jam setelah Presiden George Walker Bush memberi waktu 48 jam untuk Saddam supaya meninggalkan Irak. Benar, Saddam mengacuhkan peringatan itu, lalu bom-bom pun berjatuhan di Negeri Seribu Satu Malam tersebut.
Menggunakan jalan darat, rombongan Duta Besar baru tiba di Damaskus, Suriah, pukul 12.30 waktu setempat. Sebelas jam perjalanan nonstop. Setelah pening mempersiapkan evakuasi, perjalanan itu terasa melelahkan. Bersama istri dan dua anaknya, Dachlan kini menetap di sebuah rumah kontrakan di Damaskus, Suriah. Untuk bekerja, ia berbagi kantor dengan Juju Jubaedah, Kuasa Usaha Indonesia di Damaskus.
Lahir di Garut 55 tahun lalu, sulung dari tujuh bersaudara ini sudah "membanting tulang" sejak kecil. Jika sekolahnya sedang libur, Dachlan betah berhari-hari di Pasar Babatan, Bandung. "Saya dagang kentang di pasar itu," katanya. Sebagai anak sulung, ia harus siaga membantu orang tuanya.
Walau harus berdagang, urusan sekolah tak pernah macet. Setelah rampung dari sekolah menengah atas di Garut, Dachlan kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran, Bandung. Nasib baik berpihak. Begitu tamat dari situ, ia langsung bekerja di Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Tiga tahun bekerja, ia didaulat menjadi Kepala Bidang Pengembangan Ekspor Nasional.
Dari situ, ia didaulat menjadi Direktur Indonesia Trade Promotion Center di Bagdad, Irak. Ia masuk ke negeri itu hanya beberapa bulan setelah Perang Teluk.
Dachlan menyaksikan bagaimana rakyat Irak bertahan hidup di bawah embargo ekonomi dunia, juga setelah perang mengubur hampir seluruh harta negeri itu. Gedung pencakar langit roboh dan kilang minyak hangus terbakar. Pendapatan per kapita yang sebelumnya US$ 2.800 tiap bulannya tiba-tiba anjlok ke angka US$ 100-150. Saddam meminta rakyatnya agar hidup prihatin.
Lama berada di Irak, Presiden Abdurrahman Wahid lalu mengangkatnya menjadi Duta Besar Indonesia di Irak, Juli 2001 lalu. Wawancara Wenseslaus Manggut dari TEMPO dengan Dachlan Abdul Hamied ini dilakukan melalui sambungan telepon internasional Jakarta-Damaskus, Rabu pekan lalu. Berikut petikan lengkapnya.
Sejak kapan Anda mempersiapkan evakuasi warga Indonesia dari Irak?
Sejak pasukan…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…