Melawan Dengan Bahasa Tindik

Edisi: 08/32 / Tanggal : 2003-04-27 / Halaman : 62 / Rubrik : GH / Penulis : Bektiati, Bina , Silalahi, Levi, Pudjiarti, Hendriani

DI ruangan 2 x 6 meter itu terpampang gambar tengkorak, motif-motif tato di dinding, kaus-kaus hitam bergambar kelompok musik aliran punk, dan aksesori metal berbagai gaya penghias lubang tindik, yang semuanya keren sekaligus provokatif. Suasananya menghamburkan semangat pemberontakan, penolakan, sekaligus keinginan agar tak diganggu gugat untuk menjadi diri sendiri; mungkin mengingatkan orang pada atmosfer yang diteriakkan oleh Sex Pistols, band pelopor punk pada akhir 1970-an, dalam Anarchy in the UK:

Right! Now ha, ha,
I am an antichrist
I am an anarchist
Don't know what I want
But I know how to get it
I wanna destroy the passerby
'Cause I wanna be Anarchy
No dogs body

Pemilik tempat tindik Body Attack di kawasan Cihampelas, Bandung, itu adalah Sindios, 28 tahun. Laki-laki kerempeng dengan rambut bergaya mohawk—jabrik kaku bercat pink—ini mencari uang dengan menindik laki-laki dan perempuan muda di berbagai bagian tubuh, seperti telinga, alis, bibir, lidah, pusar, dan puting susu. Sindios, yang mengaku tidak percaya pada agama dan ikatan keluarga, punya lubang—dua sentimeteran—di kedua telinganya, juga tindik di bibir, hidung, dan puting. "Saya ingin mengubah dunia, yang dimulai dari diri sendiri dan membangkang dari keluarga," kata Sindios, yang sekarang punya "keluarga", yaitu komunitas punk.

Memang, bagi kelompok punk, tindikan seperti jalinan kisah hidup mereka sendiri. Sindios salah…

Keywords: -

---

Foto Terkait