Jimly Asshiddiqie: "bangsa Ini Jangan Terjerumus Pada Dendam Sejarah"

Edisi: 01/33 / Tanggal : 2004-03-07 / Halaman : 46 / Rubrik : WAW / Penulis : , ,


REPUBLIK sedang berada di tikungan sejarah. Sosok-sosok di masa Orde Baru tak menjadi orang buruan, tapi satu per satu peraturan yang represif dan diskriminatif dibuang ke tempat sampah. Minggu silam, Mahkamah Konstitusi menganulir larangan bagi bekas anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk dipilih dalam pemilu. Sebuah koreksi sejarah, sebuah keputusan hukum yang mengembalikan hak politik bekas anggota PKI yang telah terpasung 30 tahun.

Memang, keputusan Mahkamah Konstitusi ini tak serta-merta dapat diterapkan dalam Pemilu 2004. Komisi Pemilihan Umum telah mengeluarkan daftar calon anggota legislatif tetap yang tak bisa diubah. Tapi keputusan penting ini telah mengurangi stigmatisasi buruk terhadap bekas anggota PKI.

Toh, meski banyak mendapat puja-puji, keputusan Mahkamah Konstitusi ini bukannya tanpa cercaan. Kontroversi masih merebak. Tokoh sekaliber Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, misalnya, menganggap keputusan tersebut terlalu gegabah. Apalagi, menurut Jenderal Sutarto, "Ketetapan MPRS XXV/1966 tentang pelarangan komunisme masih berlaku."

Untuk mengupas polemik keputusan tersebut, pekan lalu wartawan TEMPO Setiyardi dan Ahmad Taufik mewawancarai Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof. Jimly Asshiddiqie. Sepanjang wawancara yang dilakukan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jimly berulang kali berkelit saat ditanya soal keputusan kontroversial itu. Berikut kutipannya.

Mahkamah Konstitusi akhirnya mengembalikan "hak dipilih" bekas anggota PKI. Mengapa?

Keputusan Mahkamah Konstitusi soal itu sangat panjang. Sekitar 44 halaman. Silakan dibaca saja. Sebagai hakim yang ikut memutuskan, tidak etis bila saya mendiskusikan keputusan sendiri.

Apakah Anda sadar ini keputusan yang kontroversial?

Putusan ini pasti menimbulkan kekecewaan dan kegembiraan. Maka, sebelum pembacaan keputusan soal hak dipilih bekas anggota PKI ini, saya menyampaikan pesan penting bagi para pemohon. Isinya: apa pun keputusan yang dibuat Mahkamah Konstitusi, jangan menimbulkan kekecewaan atau kegembiraan yang berlebihan. Soal ukuran berlebihan bergantung pada nurani dan akal sehat saja.

Mengapa Anda sangat menekankan kata "tak berlebihan"?

Kita harus membangun tradisi keadilan itu berwajah dingin. Itu berarti keadilan bersikap tegas dan tak pandang bulu. Jadi, seandainya kita harus mengadili bapak kita sendiri, itu tetap harus dilakukan. Keadilan berada di atas segala-galanya.

Panglima TNI, Jenderal Endriartono Sutarto, kecewa dengan keputusan tersebut. Siapa yang sesungguhnya diuntungkan?

Yang diuntungkan adalah kemanusiaan dan segenap bangsa Indonesia yang memilih jalan demokrasi dan cita-cita negara hukum. Keputusan ini juga untuk mencapai cita-cita manusia yang adil dan beradab.

Benarkah PDI Perjuangan "mendorong" keputusan tersebut?

Kalau rumor itu dijadikan angle oleh Majalah TEMPO, saya sangat kecewa. Itu tidak benar. Bila TEMPO percaya rumor itu, berarti Anda tidak tahu apa yang diperlukan bagi peradaban bangsa ini.

Keputusan Mahkamah Konstitusi ini berimplikasi sangat luas. Apakah ada potensi ekses negatif?

Saat akan membacakan putusan, sudah…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…