Abdul Rahman Saleh: "ini Kisah Rekaan"
Edisi: 51/32 / Tanggal : 2004-02-22 / Halaman : 106 / Rubrik : WAW / Penulis : , ,
PANGGUNG dan tirai adalah arena yang akrab dalam dunia Abdul Rahman Saleh. Di panggung, Abdul Rahman--seorang bekas aktor film dan teater--belajar menguarkan ekspresi dan imajinasi. Di balik tirai, ia berkelana dalam realitas hidup yang sesungguhnya, la verite du vivre. Arman--nama kecil Abdul Rahman--melalui tahun-tahun masa mudanya sebagai wartawan, aktivis lembaga swadaya masyarakat, dan penggiat di lembaga bantuan hukum. Inilah periode penting yang mendewasakannya sebelum ia berpindah ke dunia pengadilan. Jatuh-bangun, Arman memaksa dirinya untuk menang pada bagian tersulit dalam perjalanan bersama realitas: mendengarkan suara hati nurani.
Suara itulah yang diperdengarkannya Kamis malam pekan silam di gedung Mahkamah Agung, Jakarta. Di hadapan pengunjung dan ratusan wartawan dalam dan luar negeri, Arman, 62 tahun, bukan lagi anak pesisiran yang gemar berangan-angan. Dia hakim agung, bagian dari majelis terhormat dari satu mahkamah yang amat terhormat--Mahkamah Agung Republik Indonesia--untuk menentukan kehormatan Akbar Tandjung, terdakwa dalam perkara korupsi senilai Rp 40 miliar dalam kasus dana Bulog.
Akbar divonis tiga tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 4 September 2002. Empat bulan kemudian, pada 17 Januari 2003, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengukuhkan vonis itu: maka Akbar harus digiring ke bui. Tapi kasasi di Mahkamah Agung telah melontarkan gembok penjara itu jauh-jauh dari kehidupan sang Ketua DPR RI. Dia divonis tidak bersalah dengan suara satu banding empat. Arman satu-satunya hakim agung yang menyatakan Akbar bersalah. "Memang tidak mudah, tapi saya puas karena sudah menyuarakan hati nurani saya," ujarnya di tengah hujan pertanyaan wartawan.
Beberapa pengkritik menyebut dia sekadar mencari sensasi. Inilah jawaban Arman: "Putusan itu lahir melalui suatu pergulatan panjang dan semata-mata berdasarkan aspek hukum. Saya hanya menuruti kata hati--terserah apa kata orang." Sejatinya, kasus Akbar bukan satu-satunya cara Arman memperdengarkan kata hati. Dia menghormati jabatannya--sebagai hakim agung--dengan kesederhanaan yang spartan dan mencengangkan.
Di Jalan Arus, Cawang, Jakarta Timur, kehidupannya bisa dipotret dengan nyalang dalam sebuah rumah sederhana--mirip kediaman seorang pegawai golongan rendah. Terselip di jalan kecil yang padat, berdebu, dan riuh, Arman hidup di rumah itu bersama istrinya, Anisah, dan tiga orang anak mereka. Di situ pula dia kerap melewatkan waktu membaca kasus-kasus hukum yang pelik sembari sesekali menonton film The Sound of Music, yang amat ia gemari. Arman sendiri pernah menjadi aktor yang serius. Dia bintang utama film Sunan Gunung Jati. Pernah berduet dengan Christine Hakim dalam film Petualang-Petualang dan Kabut Sutra Ungu, Arman juga sempat beradu akting dengan Rae Sita dalam Ratu Disko.
Jejak-jejak dari layar perak itu tak lagi terpatri di rumahnya. Berukuran 200 meter persegi, kediaman sederhana itu dirindangi beberapa pohon yang tegak dalam halaman sempit. Ruang tamu diisi seperangkat sofa tua yang pudar warnanya. Lemari-lemari buku padat dengan buku-buku yang berdebu. Meja-meja penuh dokumen tergeletak di tengah ruangan berlantai ubin putih yang kusam. Rumah tua itu tampak kurang terawat, sarang laba-laba menggantung di kisi-kisi lubang angin.
Potret keluarga di Jalan Arus, Cawang, itu bagaikan anomali radikal terhadap kemewahan yang membungkus gaya hidup para pejabat tinggi lembaga-lembaga hukum dan peradilan Indonesia. Seorang kenalan yang pernah bertandang ke rumahnya…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…