Kembalinya Si Buta Dari Gua Hantu
Edisi: 50/33 / Tanggal : 2005-02-13 / Halaman : 63 / Rubrik : IQR / Penulis : Suyono, Seno Joko , ,
BARDA Mandrawata tertegun "melihat" sosok di mukanya. Meski matanya buta, ia tahu seperti berdiri di depan sebuah cermin. Tegak di hadapannya seorang buta lain, perawakannya bagai pinang dibelah dua dengan dirinya. Bahkan seekor monyet menggelantung di pundaknya.
"Aku murid Si Mata Malaikat"
Seketika suasana senyap. Ternyata ia adalah murid perguruan Mata Malaikat, jawara yang tewas di tangan Barda. Telinga Barda dikerahkan untuk memprediksi gerakan kembarannya. Begitu Wanara, monyet Barda, meloncat mencakar monyet musuhnya, dua pendekar itu saling menyerang. Mana yang tulen mana yang palsu, tak dapat dibedakan.
Itulah Si Buta Kontra Si Buta (1969). Sebuah edisi tergolong istimewa dari seri komik Si Buta dari Gua Hantu karya almarhun Ganes T.H. Sebab ia satu-satunya edisi yang berwarna. Banyak yang tak tahu, bahkan bagi mereka yang tumbuh remaja tahun 1970-an, sampai tahun lalu seri itu diterbitkan ulang oleh Agus Leonardus, fotografer Yogya. "Saya cetak 2.000 eksemplar."
Selain berwarna, itu adalah edisi yang paling tipis, 32 halaman, dan format ukurannya sedikit lebih besar dibanding komik lain. Menurut Syamsudin, pendiri Komik Indonesia, sebuah wadah bagi penggemar komik Indonesia, saat itu Ganes bereksperimen-mewarnai Si Buta karena melihat derasnya serbuan komik Tintin yang full-colour. Agus juga mencetak ulang: Prahara di Bukit Tandus (1969). Ini adalah seri Si Buta yang sebelum dibukukan pernah terbit di majalah Eres. Sebuah majalah komik yang dahulu diasuh oleh komikus beken Jan Mintaraga, Zaldy, Hans Djaladara, dan Ganes T.H. sendiri.
Si Buta dari Gua Hantu tak syak adalah karya agung Ganes T.H. Dari tahun 1967 sampai 1989, Ganes memproduksi 19 seri Si Buta, dengan jalinan kisah sering bertautan. Penerbitan ulang di atas memancing generasi yang sudah bersentuhan dengan komik pada 1970-an bernostalgia. Apalagi seri ulang lain bakal diluncurkan akhir Februari ini oleh putra sulung almarhum Ganes T.H.
Diproduksi pertama tahun 1967 oleh UP Soka Jakarta, kisah petualangan Barda, pemuda yang menyayat matanya sendiri dengan golok demi memecahkan rahasia ilmu suara Mata Malaikat, penjahat buta yang membunuh Eka Paksi (ayah Barda) ini memang melejitkan nama Ganes. Pada zamannya ia adalah komikus dengan bayaran tertinggi dibanding yang lain. Namanya makin populer setelah seri-seri si pendekar buta diangkat ke bioskop.
Mengenang Si Buta adalah mengenang bahwa kita memiliki sosok imajinasi pendekar kukuh nan teguh. Tampan, dengan bibir tipis, berambut ikal sepunggung, pakaiannya terbuat dari sisik ular, tanpa kancing, hingga dada bidangnya selalu terlihat.
Seorang jantan, dengan dagu yang mengesankan bakal ditumbuhi cambang kasar, mirip para koboi. Hidup sendirian, hanya ditemani monyet setia si Wanara (yang dalam film berubah nama menjadi Kliwon), ia mengelana, menuruti ke mana kaki melangkah. Seorang pejalan yang memasuki desa-desa mati di seluruh Indonesia, karena banyak warganya terbunuh atau terserang wabah. Desa-desa dengan bau anyir darah, bangkai menyengat. Lalu melibatkan diri dalam kekacauan, tanpa imbalan.
Telinganya sensitif. Di tengah perkelahian massal, sabetan…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Dan Sang Guru Berkata...
2004-04-18Novel filsafat sophie's world menjadi sebuah jendela bagi dunia untuk melihat dunia imajinasi dan edukasi…
Enigma dalam Keluarga Glass
2010-04-11Sesungguhnya, rangkaian cerita tentang keluarga glass adalah karya j.d. salinger yang paling superior.
Tapol 007: Cerita tentang Seorang Kawan
2006-05-14pramoedya ananta toer pergi di usia 81 tahun. kita sering mendengar hidupnya yang seperti epos.…