Mahathir Mohamad: "barat Bisa Lebih Kejam"

Edisi: 50/32 / Tanggal : 2004-02-15 / Halaman : 118 / Rubrik : LN / Penulis : , ,


BANDUNG, kuda, dan Argentina. Inilah tiga catatan dalam agenda Mahathir Mohamad dalam dua pekan terakhir. Di Bandung, Jumat pekan silam, dia menerima gelar doktor kehormatan dari Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran. Terbang ke Jakarta keesokan harinya, dia mampir ke Jalan Cendana untuk menengok teman lama: mantan presiden Soeharto. Lalu pulang Kuala Lumpur untuk mengepak kembali kopernya menjelang sebuah perjalanan jauh: Argentina.

Bersama karibnya yang paling kental--sekaligus istrinya--Siti Hasmah, Mahathir akan menelusuri kembali dunia yang lama dicintainya, olahraga berkuda, di padang-padang rumput nun jauh di pegunungan Argentina. "Saya akan berkuda di sana," ujarnya dengan wajah berseri-seri kepada TEMPO. Dalam usia 78 tahun, Mahathir lebih mirip seorang pensiunan yang bahagia, ketimbang penguasa yang pernah menggenggam Malaysia selama 22 tahun.

Bagaimanapun, mantan Perdana Menteri Malaysia itu punya alasan untuk berbahagia--dalam istilah Mahathir: puas hati. Di Jakarta, Soeharto ditumbangkan lewat "pengadilan rakyat" pada Mei 1998. Tiga tahun lewat, Joseph Estrada dirontokkan dengan paksa dari kursi presiden oleh anak-negeri Filipina. Maka dunia menatap Malaysia dengan waspada: apakah nasib yang sama akan melanda Mahathir Mohamad?

Dari penjara, Anwar Ibrahim menulis dan berceritera kepada TEMPO bahwa di tangan Mahathir Malaysia telah kehilangan demokrasi. Dengan senjata Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri (Internal Security Act, ISA) dan Undang-Undang Penghasutan, Mahathir--menurut Anwar--telah menjadi penguasa otoriter di Malaysia. Banyak orang diciduk dan dipenjarakan dengan senjata ISA. Amnesty International dan Human Rights Watch bersuara keras tentang buruknya problem hak asasi manusia dan demokrasi di kerajaan tersebut.

"Orang boleh mengatakan apa saja. Tapi rakyat kami berpendapat Malaysia memiliki demokrasi," Mahathir menyanggah para pengritiknya. Kebalikan dari ramalan sebagian pengamat, Pak Tua menutup babak terakhir kekuasaannya dengan finale yang cantik. Tanpa ribut-ribut, Abdullah Badawi naik ke kursi perdana menteri diiringi restu bekas atasannya. Tidak ada demo akbar, pertumpahan darah, atau kobaran api di jalanan. Mahathir mundur, Badawi naik, dan Malaysia kembali ke business as usual.

Kini, bagaimana Mahathir Mohamad mengisi hari-hari pensiunnya? Akhir pekan lalu, dia menerima TEMPO untuk satu wawancara khusus. Percakapan berlangsung selama 65 menit di Suite Room Grand Hotel Preanger, Bandung, bersama…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Serangan dari Dalam Buat Arafat
1994-05-14

Tugas berat yasser arafat, yang akan masuk daerah pendudukan beberapa hari ini, adalah meredam para…

C
Cinta Damai Onnalah-Ahuva
1994-05-14

Onallah, warga palestina, sepakat menikah dengan wanita yahudi onallah. peristiwa itu diprotes yahudi ortodoks yang…

M
Mandela dan Timnya
1994-05-14

Presiden afrika selatan, mandela, sudah membentuk kabinetnya. dari 27 menteri, 16 orang dari partainya, anc.…