Pertempuran Baru Rodrigo Duterte
Edisi: Edisi / Tanggal : 2020-04-11 / Halaman : / Rubrik : FT / Penulis :
Pada 2 Desember 2019, Presiden Rodrigo Duterte mengamuk di dalam sebuah rapat kabinet di Istana Malacanang, Manila. Dia murka setelah mengetahui bahwa Manila Water --yang dimiliki oleh super konglomerat Filipina Ayala Corp-- telah memenangkan arbitrase sebesar 7,4 miliar peso Filipina (US$ 145 juta) di pengadilan Singapura.
Kemenangan arbitrase tersebut berawal dari gugatan soal pengelolaan tarif air yang diajukan Ayala melawan pemerintah Filipina yang pada saat itu masih dipimpin oleh presiden ke-16, Benigno Aquino III.
Ini kali kedua pengadilan Singapura memenangkan gugatan konglomerat Filipina. Sebelumnya, pada 2018, pengadilan yang sama pernah memenangkan perusahaan pengelolaan air First Pacific dan mengharuskan pemerintah Filipina membayar 3,4 miliar peso pada perusahaan tersebut.
Permasalahan ketersediaan air memang jadi isu sensitif selama musim panas Filipina tahun lalu. Ini terjadi setelah mengeringnya keran-keran di ribuan rumah tangga negeri itu. Krisis ini menjadi persoalan khusus bagi Duterte yang memproklamirkan diri sebagai ‘pemimpin rakyat.’ Ia pun mulai melabeli mereka yang mengontrol perusahaan-perusahaan besar Filipina sebagai ‘oligarki’ yang di dalamnya termasuk bos Ayala Corp, Jaime Augusto Zobel de Ayala dan bos First Pacific, Manuel Pangilinan.
Kebencian Duterte pada oligarki-oligarki ini terekam di salah satu pidatonya yang berujung panas; “Apabila Ayala dan Pangilinan adalah kawan kamu, mohon sampaikan pada mereka… apabila kita berpapasan, tidak peduli berapa jumlah pengawal kamu, aku akan menghancurkan muka anda, dasar bajingan,” kata Duterte satu hari setelah putusan pengadilan Singapura tersebut diumumkan.
FT
Presiden Duterte tak berhenti di sana. Dia juga menuduh Ayala Corp telah menghindar dari pajak dan meminta adanya renegosiasi atas izin kontrak bisnis kedua perusahaan tersebut. Ayala dan First Pacific tengah melakukan renegosiasi dengan anak perusahaan First Pacific, Maynilad Water Services, untuk membatalkan arbitrasenya.
Pidato panas Duterte di atas menjadi salah satu serangan verbal paling spesifik yang dilancarkan Duterte setelah berkuasa pada tahun 2016 - pada saat tren pimpinan populis sedang memuncak di seluruh dunia. Ini juga menandakan bahwa Duterte pada sisa kepemimpinannya ingin beralih ke pertempuran baru. Dia sebelumnya gencar mengincar gembong narkoba, dan kini dia membidik orang-orang terkuat yang ia sebut oligarki. Pengusaha-pengusaha Manila melihat ini sebagai unjuk kekuasaan dari seorang pemimpin yang ingin menancapkan warisan kepemimpinannya.
Sejak tahun lalu, Duterte, saat ini berumur 74 tahun, terus meningkatkan serangan verbal dia pada oligarki Filipina. Hal ini berhasil menarik simpati pendukungnya namun mengirim pesan yang kontras pada korporasi-korporasi raksasa. Pada 10 Februari, Jaksa Agung muda Jose Calida mengajukan sebuah tuntutan ke Mahkamah Agung, yang dianggap oleh rakyat Filipina sebagai serangan terhadap media massa dan korporasi raksasa, guna untuk mencabut izin media raksasa setempat, ABS-CBN.
Kalangan pebisnis dan para analis berkesimpulan bahwa serangan ini akan menjadi hal buruk bagi negara yang pernah menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi terpesat di Asia itu. Mantan Wakil Menteri Keuangan Romeo Bernardo yang pernah mengabdi di bawah kepemimpinan Corazon Aquino dan Fidel Ramos mengatakan: “Investor institusional mengkhawatirkan target selanjutnya setelah Ayala dan perusahaan-perusahaan Pangilinan.”
Romeo Bernardo saat ini menduduki posisi sebagai anggota dewan direksi beberapa perusahaan di Filipina.
Sebagian besar tokoh yang diwawancara oleh Financial Times mengatakan bahwa serangan terhadap korporasi-korporasi di bawah kontrol nama keluarga adalah tindakan yang tidak adil. Kebijakan Duterte menganulir kesepakatan mengenai air minum di Manila, dan mendorong dibubarkannya ABS-CBN hanya akan membuyarkan kepercayaan para investor, terutama di saat kondisi negara sedang mengalami perlambatan ekonomi dan investasi asing. Hal ini juga dirasa tidak sejalan dengan moto Duterte untuk “terus membangun” karena bisa memperlambat program infrastruktur nasionalnya.
“Saya rasa kepercayaan investor sedang goyah sesaat,” ujar analis infrastruktur untuk Fitch Solutions di Singapura, James Su. “Insiden ini jelas memperlihatkan kemampuan…
Keywords: Filipina, Rodrigo Duterte, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Tillema, Multatuli Fotografi
1994-05-14Koleksi foto h.f. tillema berharga karena ia memotret segi-segi "buruk" di tanah hindia belanda. tapi…
Menggoda Kejujuran Fotografi
1994-02-05Pameran teknologi merekayasa karya foto, di new york, membuka peluang manipulasi foto hampir tanpa batas.…
Kesaksian Sebastiao Salgado
1994-03-19Fotografer yang doktor ekonomi ini mengabadikan wajah-wajah yang menyumbang pada keuntungan perusahaan, dan mereka hanya…