Data Pasien Sebaiknya Dibuka

Edisi: Edisi / Tanggal : 2020-04-18 / Halaman : / Rubrik : WAW / Penulis :


SAAT pertama kali mengumumkan enam dokter yang meninggal karena dugaan terinfeksi virus corona pada Sabtu, 22 Maret lalu, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) seperti memiliki rutinitas baru. Sejak itu, setiap ada dokter yang berpulang akibat Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), organisasi profesi dokter ini selalu memasang poster ucapan dukacita di laman media sosial komplet dengan potret hitam-putih almarhum berikut nama lengkap dan gelar akademisnya.
Di tengah merangkaknya jumlah korban meninggal, pengumuman dari PB IDI itu membetot perhatian publik. Khalayak dikejutkan oleh kenyataan bahwa satu per satu tenaga medis, khususnya dokter, yang selama ini berjuang di garis depan dalam memerangi pandemi Covid-19 tumbang karena terpapar virus corona baru. “Kami selayaknya memberikan penghormatan kepada anggota kami yang wafat,” kata Ketua Umum PB IDI Daeng Mohammad Faqih dalam wawancara khusus dengan Tempo, Jumat, 17 April lalu. Ia menyebutkan jumlah dokter yang meninggal mencapai 24 orang.
Alasan lain PB IDI mengungkap identitas para mendiang dokter itu adalah agar menjadi pengingat bagi koleganya untuk lebih berhati-hati dalam menangani pasien Covid-19. Terlebih alat pelindung diri (APD) masih belum merata diterima semua dokter di daerah. Menurut Faqih, minimnya persediaan APD adalah persoalan serius. PB IDI telah menyerukan pentingnya APD bagi keselamatan dokter sejak 27 Maret lalu, tapi pasokan APD, terutama di sejumlah rumah sakit daerah, tak kunjung terpenuhi.
Di sela kesibukannya mengurusi penyaluran bantuan masker dan baju hazmat untuk anggota IDI cabang di berbagai daerah, Faqih menerima wartawan Tempo, Mahardika Satria Hadi dan Nur Alfiyah, di kantornya. Dokter yang juga mendalami hukum kedokteran ini menjelaskan berbagai hal, dari masalah APD, pentingnya uji swab massal, penambahan rumah sakit rujukan, hingga perlunya membuka data pasien untuk mencegah meluasnya penularan.
 



Apa sebenarnya penyebab banyaknya dokter yang meninggal?
Ada dua faktor besar. Pertama, alat pelindung diri. Kami sangat khawatir terhadap kawan-kawan yang melakukan modifikasi dari jas hujan ataupun plastik karena itu tidak maksimal 100 persen bisa melindungi. Kedua, justru yang kami takutkan itu bukan dokter di rumah sakit rujukan, tapi mereka yang berpraktik seperti di puskesmas, tempat praktik pribadi, klinik, atau rumah sakit biasa.
Mengapa mereka lebih rawan tertular?
Pasiennya bercampur. Orang yang datang ke situ bisa jadi tidak tahu bahwa dia sakit Covid. Malah dia mungkin konsultasi penyakit lain. Kadang-kadang orang konsultasi penyakit lain itu orang tanpa gejala (OTG) yang punya Covid. Karena konsultasi penyakit lain, si dokter akhirnya tidak terlalu waspada. Dia tidak mengenakan APD, wong konsultasinya bukan penyakit Covid, malah misalnya penyakit yang berkaitan dengan tulang.
Apakah kejadian seperti itu banyak?
Banyak. Dokter yang meninggal itu kebanyakan justru bertugas di rumah sakit non-rujukan. Bukan hanya rumah sakit, ada yang praktik pribadi. Itu karena dia ndak tahu OTG tadi itu. Sewaktu periksa dari mulut pasien, pasti keluar (droplet). Di situlah yang sangat berisiko kena. Makanya kami mengeluarkan imbauan kalau bisa dokter mengurangi jam praktik. Kalau dia masih praktik, tatap mukanya dibatasi, kecuali kasus urgen dan darurat. Jika terpaksa tatap muka meskipun bukan pasien Covid, dia harus pakai APD.
Benarkah banyak dokter tidak mengindahkan imbauan itu?
Mungkin kawan-kawan masih pede bahwa dia sehat, pasien yang datang tidak sakit Covid, kemudian kewaspadaannya kurang. Bukannya tidak mengindahkan, ya. Siapa yang tidak takut kena Covid?
Banyak pasien tidak mengaku punya riwayat kontak atau perjalanan ke negara-negara terjangkit Covid-19 karena takut ditolak masuk rumah sakit.
Saya hanya mendengar cerita, tapi itu ndak banyak. Di Jakarta Selatan pernah ada kasus seperti itu. Memang itu sangat berisiko. Kalau dia tidak mengaku, apalagi OTG, ya itu…

Keywords: Ikatan Dokter Indonesia (IDI) KedokteranVirus CoronaRapid Test CoronaAlat pelindung diri (APD)
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…