Kartono (1939-2020)
Edisi: Edisi / Tanggal : 2020-05-02 / Halaman : / Rubrik : CTP / Penulis :
SATU setengah jam sebelum Kartono mengembuskan napas terakhir, saya sempat menengoknya di ruang ICCU tempat ia dirawat sejak beberapa hari sebelumnya. Ia terbaring di ranjang tinggi, seakan-akan dalam tidur yang dalam. Melekat di tubuhnya slang infus dan kabel-kabel yang tak saya tahu arah dan detailnya. Di atas tempat tidur tampak beberapa layar monitor, berkedip-kedip. Ruang ini canggih, sejuk, steril. Tapi saya dengar tiap embusan napas seperti repetisi yang dilakukan dengan berat hati.
Dari rumah sakit saya pulang. Beberapa menit kemudian datang berita kematian itu.
Saya tak terkejut. Kartono, jatuh sakit sejak akhir 2016, seakan-akan telah mempersiapkan kami, keluarga yang ditinggalkan, setahap demi setahap. Hatma Wigati, istrinya, tiga hari sebelum Kartono berpulang berkata pelan, “Saya sudah ikhlas.” Setahun sebelum sakit, Kartono, kakak saya dan saudara saya terakhir yang hidup, pernah menelepon, suaranya datar tapi saya merasa rada bergetar: “Goen, mungkin saya yang akan harus pergi duluan.” Ia bermimpi ditemui Ibu, Bapak, dan kakak-kakak yang sudah meninggal—sesuatu yang sebelumnya tak pernah ia alami.
Ketika berjalan ke luar, melalui dua pasien lain yang tergeletak di ruang ICCU—tempat yang dibangun agar orang bisa berharap menunda ajal—saya ingat Chairil Anwar: “Hidup hanya menunda kekalahan... dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan sebelum pada akhirnya kita menyerah.”
Saya tak tahu apa yang “tetap tidak terucapkan” dengan meninggalnya Kartono; yang saya tahu, tak pernah jelas penyakit apa yang menyebabkan ia sakit. Ada dugaan saraf di tulang belakangnya terjepit. Ia sempat jatuh ketika memperbaiki jam dinding peninggalan Bapak yang ia rawat bertahun-tahun. Sejak itu ia harus berbaring. Empat tahun.
Tak ada kepastian itukah yang memicu gejala lain yang menyusul. Ia harus dioperasi, kata dokter. Tapi rencana operasi tak dilanjutkan karena kemudian ia diduga mendapat stroke. Tapi tak jelas apakah demikian: para dokter berbeda pendapat. Sementara itu fungsi ginjalnya menurun....
Saya kira diam-diam Kartono…
Keywords: Goenawan Mohamad, Catatan Pinggir, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Xu
1994-05-14Cerita rakyat cina termasyhur tentang kisah percintaan xu xian dengan seorang gadis cantik. nano riantiarno…
Zlata
1994-04-16Catatan harian gadis kecil dari sarajevo, zlata. ia menyaksikan kekejaman perang. tak jelas lagi, mana…
Zhirinovsky
1994-02-05Vladimir zhirinovsky, 47, banyak mendapat dukungan rakyat rusia. ia ingin menyelamatkan ras putih, memerangi islam,…