Rumah Terakhir Primata Mentawai

Edisi: Edisi / Tanggal : 2020-06-13 / Halaman : / Rubrik : LIN / Penulis :


POHON rambutan hutan yang tumbuh di tepi Sungai Bojakan itu tengah berbuah lebat. Buah merahnya yang hampir lebih banyak daripada dedaunan mengundang sekawanan kecil bokoi atau beruk Mentawai menyantapnya di sore yang cerah sehabis hujan pada akhir Maret lalu. Suara lima ekor bokoi dewasa itu riuh, terkadang terdengar pekikan yang unik.
Bokoi atau Macaca siberu yang bulu tubuhnya berwarna cokelat gelap dengan bulu bagian pipi berwarna putih itu tidak hanya memakan rambutan, tapi juga menangkap udang kecil yang muncul ke permukaan Sungai Bojakan sebagai kudapan selingan. Hutan Bekemen di dekat Desa Bojakan, Kecamatan Siberut Utara, Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, yang merupakan bagian tepi dari Taman Nasional Siberut, memang habitat bagi primata endemis Mentawai itu.
Selain bokoi, ada tiga spesies primata endemia Mentawai lain yang mendiami kawasan Taman Nasional Siberut, yakni bilou, simakobu, dan joja. Joja atau lutung Mentawai juga kerap terlihat bergelantungan di pohon-pohon di pinggir Sungai Bojakan. Joja (Presbytis potenziani) adalah primata yang bentuknya paling indah. Bagian muka dan lehernya berbulu putih, punggungnya hitam berkilat, serta ekornya hitam dan panjang.

Simakobu (Simias concolar) primata endemik Mentawai./Dok Taman Nasional Siberut
Adapun bilou (Hylobates klossii) dan simakobu alias monyet ekor babi (Simias concolor) lebih banyak tinggal di dalam hutan yang berpohon tinggi. Keduanya jarang sekali terlihat. Pada pagi hari, akan terdengar pekikan bilou yang bernada tinggi dan merdu. Pekik bilou betina diklaim peneliti primata sebagai yang terindah yang dikeluarkan oleh mamalia. Durasi pekiknya bisa 10-20 menit dengan pengulangan belasan kali.
Bilou atau siamang kerdil biasanya tidur di puncak atau kanopi pohon besar, seperti meranti dan kruing, yang menjulang dan bebas dari tanaman menjalar. Mereka mampu berjalan dari kanopi satu pohon ke pohon lain sehingga tidak pernah turun dari pohon dan menjejakkan kaki di tanah, lantai hutan.
Bokoi dan joja kini kerap mengganggu ladang warga Bojakan yang tinggal di perbatasan taman nasional. Kawanan bokoi dan joja datang padai sore hari ketika pemilik ladang pulang ke rumah. Mereka mengambil pisang dan jagung, juga buah-buahan di tepi hutan. “Masyarakat tak pernah kebagian rambutan hutan karena selalu dimakan bokoi. Putik buah pun ludes karena mereka juga suka yang pahit, ” kata Sudirman, Kepala Desa Bojakan.
Gerombolan joja juga kerap menghabiskan buah jagung dan pisang muda. “Sekali datang bisa puluhan ekor, menghabiskan semua buah pisang di pohonnya dan hanya meninggalkan tangkai tandan. Mereka santai saja…

Keywords: Satwa LangkaLingkungan HidupTaman Nasional
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

I
Indorayon Ditangani oleh Labat Anderson
1994-05-14

Berkali-kali lolos dari tuntutan lsm dan protes massa, inti indorayon kini terjerat perintah audit lingkungan…

B
Bah di Silaut dan Tanahjawa
1994-05-14

Dua sungai meluap karena timbunan ranting dan gelondongan kayu. pejabat menuding penduduk dan penduduk menyalahkan…

D
Daftar Dosa Tahun 1993
1994-04-16

Skephi membuat daftar hutan dan lingkungan hidup yang mengalami pencemaran berat di indonesia. mulai dari…